from original short movie by Yuliasri Perdani
Jika ada yang bertanya siapa orang terhebat di hidupku, maka tanpa ragu akan kujawab ibuku. Dengan segala hal yang telah dia perjuangkan dan kami lewati bersama, sudah cukup bagiku untuk memutuskan siapa yang layak menjadi idolaku.
Ibuku adalah seorang penari. Mungkin karena itulah wajahnya sangat cantik dan tubuhnya begitu menarik. Aku selalu ingin jadi seperti dirinya. Dia adalah penari yang terkenal di mancanegara, sehingga dia sering terbang ke berbagai negara untuk memenuhi undangan pentas seni, yang menjadikan dirinya sangat jarang berada di rumah. Karena itulah aku sudah terbiasa di rumah tanpa dirinya.
Aku sudah 16 tahun sekarang. Dan sudah hampir satu tahun aku dan Doni berpacaran. Kami berpacaran seperti remaja pada umumnya; berkirim pesan setiap malam, jalan-jalan ke mall, dan mencuri-curi kesempatan di sudut taman yang sepi atau bioskop. Hanya itu. Meski tak bisa mengawasiku secara langsung, ibuku sudah berpesan agar aku bisa berhati-hati dalam bergaul, agar aku bisa menjaga kehormatanku. Dia percaya padaku. Dan aku bertekad tak akan mengecewakannya.
Tapi semua tak berjalan semudah itu.
Suatu hari Doni kembali mengutarakan idenya untuk mengajakku menginap di sebuah hotel. Aku tidak bodoh. Aku tahu apa yang dia inginkan. Dan aku sudah berulang kali menolak ajakan serupa. Tapi kali ini dia bilang itu demi anniversary kami yang pertama, dan dia bilang akan membawa film bagus untuk ditonton bersama.
Terjadi perdebatan keras, tapi akhirnya aku luluh. Mau bagaimana lagi. Aku sudah terlanjur menyayanginya dan dia menyayangiku. Aku tak ingin kehilangan dirinya.
Aku melewati malam-malam yang tak menenangkan. Aku merasa bersalah jika benar akan menuruti keinginan Doni. Aku akan mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan oleh ibuku. Tapi memikirkan ibuku yang jarang ada di rumah, tak pernah ada di sisiku untuk menemani putrinya satu-satunya, satu-satunya keluarga yang dia miliki, sedangkan Doni selalu ada di saat kubutuhkan, membuat tekadku semakin bulat.
Hari yang ditentukan tiba. Doni sudah memesan kamar dan check-in terlebih dahulu. Dia menyambutku di depan hotel itu ketika aku datang. Kami melewati sekuriti yang tak acuh dan resepsionis yang hanya memberi pandangan menilai namun sama sekali tak menegur.
Hotel itu kecil tapi cukup bersih. Dan jantungku berdebar keras saat kami berdua masuk ke dalam lift. Hatiku kembali menjeritkan peringatan bahwa ini perbuatan keliru, bahwa aku akan menyakiti ibuku, bahwa aku masih bisa menolak dan pergi dari tempat itu. Namun Doni sudah menggenggam tanganku erat dan memberiku senyuman hangatnya. Senyum itu. Senyum yang sangat aku sukai.
Pintu kamar menceklik terbuka dan sebuah kamar harum berpenerangan seadanya menyambut kami. Doni memintaku duduk sementara dia mencari-cari sesuatu dari dalam tasnya. Aku duduk di bibir ranjang dengan canggung sementara Doni berhasil menemukan piringan filmnya dan mulai memasukkannya ke pemutar.
“Ini film yang sedang terkenal. Kita bisa belajar darinya,” kata Doni lirih. “Film luar tapi bintangnya dari dalam negeri.”
Judul film muncul di layar kaca: Naughty Matahari.
Tapi aku tak bisa melihat lanjutannya karena Doni sudah menindihku. Bibirnya liar menciumku. Tangannya berkelana menggerayangi tubuhku. Saat itulah aku sadar bahwa aku tak siap untuk ini. Aku tak sanggup membayangkan betapa terlukanya ibuku ketika dia tahu aku berbuat sejauh ini. Aku tak ingin menyakitinya. Aku tak ingin perjuangannya membesarkanku sia-sia. Aku harus melawan... aku harus melawan...!
Tapi seluruh dayaku lenyap saat kulihat pemandangan itu.
Di layar kaca, kini tampak seorang wanita yang tengah bercinta dengan beberapa pria. Doni benar, para pemain di film itu adalah pria asing dan wanita lokal. Dan wanita lokal itu adalah ibuku.
Jika ada yang bertanya siapa orang terhebat di hidupku, maka tanpa ragu akan kujawab ibuku. Dengan segala hal yang telah dia perjuangkan dan kami lewati bersama, sudah cukup bagiku untuk memutuskan siapa yang layak menjadi idolaku.
Ibuku adalah seorang penari. Mungkin karena itulah wajahnya sangat cantik dan tubuhnya begitu menarik. Aku selalu ingin jadi seperti dirinya. Dia adalah penari yang terkenal di mancanegara, sehingga dia sering terbang ke berbagai negara untuk memenuhi undangan pentas seni, yang menjadikan dirinya sangat jarang berada di rumah. Karena itulah aku sudah terbiasa di rumah tanpa dirinya.
Aku sudah 16 tahun sekarang. Dan sudah hampir satu tahun aku dan Doni berpacaran. Kami berpacaran seperti remaja pada umumnya; berkirim pesan setiap malam, jalan-jalan ke mall, dan mencuri-curi kesempatan di sudut taman yang sepi atau bioskop. Hanya itu. Meski tak bisa mengawasiku secara langsung, ibuku sudah berpesan agar aku bisa berhati-hati dalam bergaul, agar aku bisa menjaga kehormatanku. Dia percaya padaku. Dan aku bertekad tak akan mengecewakannya.
Tapi semua tak berjalan semudah itu.
Suatu hari Doni kembali mengutarakan idenya untuk mengajakku menginap di sebuah hotel. Aku tidak bodoh. Aku tahu apa yang dia inginkan. Dan aku sudah berulang kali menolak ajakan serupa. Tapi kali ini dia bilang itu demi anniversary kami yang pertama, dan dia bilang akan membawa film bagus untuk ditonton bersama.
Terjadi perdebatan keras, tapi akhirnya aku luluh. Mau bagaimana lagi. Aku sudah terlanjur menyayanginya dan dia menyayangiku. Aku tak ingin kehilangan dirinya.
Aku melewati malam-malam yang tak menenangkan. Aku merasa bersalah jika benar akan menuruti keinginan Doni. Aku akan mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan oleh ibuku. Tapi memikirkan ibuku yang jarang ada di rumah, tak pernah ada di sisiku untuk menemani putrinya satu-satunya, satu-satunya keluarga yang dia miliki, sedangkan Doni selalu ada di saat kubutuhkan, membuat tekadku semakin bulat.
Hari yang ditentukan tiba. Doni sudah memesan kamar dan check-in terlebih dahulu. Dia menyambutku di depan hotel itu ketika aku datang. Kami melewati sekuriti yang tak acuh dan resepsionis yang hanya memberi pandangan menilai namun sama sekali tak menegur.
Hotel itu kecil tapi cukup bersih. Dan jantungku berdebar keras saat kami berdua masuk ke dalam lift. Hatiku kembali menjeritkan peringatan bahwa ini perbuatan keliru, bahwa aku akan menyakiti ibuku, bahwa aku masih bisa menolak dan pergi dari tempat itu. Namun Doni sudah menggenggam tanganku erat dan memberiku senyuman hangatnya. Senyum itu. Senyum yang sangat aku sukai.
Pintu kamar menceklik terbuka dan sebuah kamar harum berpenerangan seadanya menyambut kami. Doni memintaku duduk sementara dia mencari-cari sesuatu dari dalam tasnya. Aku duduk di bibir ranjang dengan canggung sementara Doni berhasil menemukan piringan filmnya dan mulai memasukkannya ke pemutar.
“Ini film yang sedang terkenal. Kita bisa belajar darinya,” kata Doni lirih. “Film luar tapi bintangnya dari dalam negeri.”
Judul film muncul di layar kaca: Naughty Matahari.
Tapi aku tak bisa melihat lanjutannya karena Doni sudah menindihku. Bibirnya liar menciumku. Tangannya berkelana menggerayangi tubuhku. Saat itulah aku sadar bahwa aku tak siap untuk ini. Aku tak sanggup membayangkan betapa terlukanya ibuku ketika dia tahu aku berbuat sejauh ini. Aku tak ingin menyakitinya. Aku tak ingin perjuangannya membesarkanku sia-sia. Aku harus melawan... aku harus melawan...!
Tapi seluruh dayaku lenyap saat kulihat pemandangan itu.
Di layar kaca, kini tampak seorang wanita yang tengah bercinta dengan beberapa pria. Doni benar, para pemain di film itu adalah pria asing dan wanita lokal. Dan wanita lokal itu adalah ibuku.
⨁
Satu kalimat saja. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya
ReplyDelete