Skip to main content

Beberapa bau kadang tak boleh diabaikan

original story by PocketOxford

--> Reddit: https://www.reddit.com/user/PocketOxford/
--> FB: https://www.facebook.com/pocketoxfordwrites/
[ permit ]


Kau tahu saat orang berkata “jika sesuatu tampak terlalu bagus, mungkin ada sesuatu yang salah”? Ternyata mereka benar.

Aku baru saja pindah bersama pacarku. Dia punya flat yang cantik di sebuah bangunan tua. Penthouse, dan segalanya. Kami belum lama bersama, tapi aku tahu sejak awal bertemu dengannya bahwa dialah jodohku. Kami akan terus bersama hingga maut memisahkan, menurutku paling tidak.

Saat memulai hubungan kami, aku tak yakin dia juga punya perasaan yang sama. Dia sedikit dingin, dan selalu memanggilku dengan nama sayang, manisku, atau sebutan lain, tak pernah namaku. Menurut “John Tucker must die”, film yang penuh dengan nasehat kehidupan, ini adalah contoh jelas bahwa seorang pria tidak yakin padamu. Aku yakin dia pasti telah melihat beberapa gadis sebelumnya, tapi tak apa. Ini sudah abad 21 lagipula. Tapi cerita ini bukan soal itu.

Ketika dia memintaku untuk tinggal bersama dengannya, aku sangat girang. Aku tinggal di sebuah flat bobrok dan berbagi dengan 6 penghuni lain, dan tidak memiliki perabot. Mengemas barang-barangku sangat mudah, dan apartemen miliknya adalah apartemen impian. Aku hanya pernah berkunjung ke sana dua atau tiga kali sebelum pindah—untuk alasan tertentu dia terlihat lebih senang berada di tempatku. Mungkin itu membuatnya merasa lebih muda, siapa tahu.

Cal selalu bekerja, jadi aku akan menghabiskan waktu sendirian di flat. Aku seorang pelukis. Dan Cal sangat mendukung seniku. Dia bilang padaku aku bisa menggunakan kamar tidur cadangan sebagai studioku, dan dia bahkan meyakinkanku untuk berhenti dari pekerjaanku sebagai pelayan agar aku bisa mendedikasikan seluruh waktuku untuk seniku. Aku sangat mencintainya.

Hari pertama di flat, saat aku sedang menyiapkan studio lukisku, aku mendengar suara yang datang dari dinding. “Tikus. Sialan.” Aku sudah cukup banyak tinggal di flat jelek, jadi aku tidak asing dengan suara makhluk yang tinggal di dalam dinding.

Kemudian lalat mulai bermunculan. Aku sedang istirahat melukis, duduk di lantai studio, menikmati sepotong pizza, berusaha mencari inspirasi. Seekor lalat gemuk mendarat di pizzaku. Aku mengusirnya dengan kesal. Aku melihat lalat lain berdengung di sebelahnya.

Aku melihat seisi kamar. Ada sekitar 5 lalat di sana.

Saat aku memberitahu Cal kemudian, dia menjadi sangat marah.

“Apa yang sudah kau lakukan di sini?”

Aku mengangkat bahu, mengerutkan alis. Kemarahannya mengejutkanku, membuatku tak nyaman.

“Kau tidak makan di sini, kan?” Dia bertanya, dengan jijik.

“Aku... kadang?”

“Mungkin jika kau tak berlaku seperti babi, ini tak akan terjadi! Jika kau mau membuat kekacauan, paling tidak jangan mengadukannya padaku!”

“M—maafkan aku!” Aku berseru, sedih. Tingkah lakunya berubah begitu cepat. “Tidak ada bukti bahwa itu salahku!”

“Oh, sayang, tidak. Maaf. Aku hanya—aku sedang mendapat banyak tekanan. Aku tak bermaksud melampiaskannya padamu. Abaikan saja lalatnya, aku yakin mereka akan pergi juga nanti.”

Di hari berikutnya ada lebih banyak lalat. Aku tak bilang apa-apa pada Cal, aku terlalu takut dengan reaksinya. Juga sekarang ada bau aneh di kamar itu. Aku mulai cemas mungkin aku menjatuhkan makanan di suatu tempat, jadi aku membersihkan seluruh bagian kamar. Nihil. Aku selalu membuka jendelanya lebar-lebar sejak pindahan—aku senang menggambar di udara dingin—jadi aku memastikan bau dan lalatnya pasti datang dari suatu tempat di luar. Aku menutup jendela.

Saat aku kembali ke dalam kamar setelah makan siang, baunya menjadi lebih parah. Aku tak terlalu menyadarinya saat aku melukis, tapi setelah udara segar dari luar, bau busuknya semakin mustahil untuk diabaikan. Bau busuk tingkat lanjut. Aku menutup pintu, dan membuka jendela. Aku memutuskan untuk membicarakannya dengan Cal nanti. Kupikir salah satu tikus mati di dalam dinding, atau sesuatu.

“Ya, sedikit bau busuk di sini. Tikus? Tidak, tak ada tikus di sini. Tidak, aku sangat yakin. Aku tak tahu kenapa kau bisa memutuskan begitu, terlalu banyak bau cat di kamar kecil itu?” Matanya berubah hitam dengan kemarahan sebelum dia bisa menguasai diri. Aku tak tahu betapa tempramennya dia sebelum pindah tinggal bersamanya. “Kau tahu, kupikir ini dari tetangga kita di lantai bawah.” Tingkah laku Cal berubah, dia tenang. “Kau ingat pria aneh yang kita temui di lift di hari pertama?” Aku mengangguk. Aku mengingatnya. “Kutebak itu ulahnya. Flatnya tepat di bawah kamar ini. Aku tak mau tahu apa yang dia lakukan di bawah sana... Semprot saja dengan penyegar udara, aku yakin baunya akan hilang sendiri nanti.”

Bagaimana bisa aku melupakan tetangga bawah? Aku hanya melihatnya sekali, saat aku pindahan, tapi itu sudah meninggalkan kesan bagiku.

Kami sedang turun dengan lift untuk mengambil barang terakhirku, dan liftnya berhenti di lantai bawah flat ini. Aku menyadari Cal terlihat tak nyaman, mungkin dia menghindari si tetangga. Pintunya terbuka, dan aku merasakan hidungku menjerit keberatan. Pria yang menunggu di luar pintu itu tinggi, kurus, berpakaian serba hitam, dan berbau lebih parah dari semua hal yang pernah kutemui. Dia bertatap mata denganku, lalu menggeser pandangannya menuju Cal, lalu kembali padaku. Aku menggigil tanpa sengaja. Dia mengerutkan alis, melihatku selama beberapa detik. Lalu dia masuk ke lift dalam diam. Kami meluncur ke bawah dalam kesunyian.

Setiap kali aku masuk ke dalam lift aku takut akan bertemu dengannya lagi. Aku berusaha untuk tidak memikirkan apa yang mungkin dia lakukan di flat itu hingga baunya menjangkau satu lantai di atasnya.

Hari berikutnya ada lebih banyak lagi lalat, dan baunya lebih kuat lagi. Aku menelepon Cal di tempat kerja.

“Kau melebih-lebihkan, baunya tak akan separah itu. Ambil saja penyegar udara dan bereskan. Dan jangan menggangguku bekerja kecuali benar-benar penting. Jika ada tikus di sana, baunya akan hilang juga nanti. Jangan manja.”

Aku tak ingin memaksakan masalah ini, dia terdengar benar-benar stres. Aku cuma membiarkan pintu tertutup dan jendela terbuka, dan menyemprot seisi ruangan dengan penyegar udara seperti katanya. Aku menghabiskan waktuku menggambar di luar, tak tahan dengan baunya.

Baunya tidak berkurang. Malah semakin parah. Aku ingin melukis, tapi aku tak tahan jika harus di dalam kamar itu. Mungkin aku memang sedikit manja, tapi Cal tak harus bekerja dengan bau itu. Aku memikirkan suara yang kudengar di hari pertama. Bagiku, itu terdengar seperti tikus yang sangat besar. Jika salah satunya mati di dalam dindingku pasti baunya akan memenuhi ruangan. Tapi mungkin Cal memang benar, mungkin itu memang tetangga di bawah. Kupikir aku harus bicara pada pria aneh itu. Paling tidak aku akan mencobanya.

Setelah berbicara sendiri, aku beranjak untuk menekan tombol belnya. Saat pintu merekah terbuka, bau keringat basi dan ganja bergulung menyerbuku. Aku hampir terhuyung ke belakang.

Dia hanya membuka pintunya sejauh jangkauan rantai pengaman.

“Um, permisi, sir, aku tinggal di atas, aku baru saja pindah dengan—“ Aku berhenti saat melihat dia mulai menutup pintunya kembali. “Maaf, aku tak akan lama! Mungkin ini mengganggu, tapi ada sedikit bau di flat kami?”

Matanya melebar, tapi dia tak mengatakan apa-apa. Dia hanya berdiri di sana, memandangku. Pintunya berhenti bergerak.

“Aku—uh—pacarku menyarankan mungkin anda...” Aku tergagap. Tatapannya tanpa ragu untuk sesaat.

Aku berdiri di sana beberapa detik, mempertimbangkan apa sebaiknya aku lari. Setidaknya, aku tidak melakukannya dengan kasar. Jadi aku mencoba lagi.

“Ada sedikit bau aneh di apartemen kami, dan pacarku bilang mungkin anda tahu sesuatu tentangnya.”

Wajahnya berkerut ragu. Dia tetap tidak mengatakan apa-apa.

“Maksudku, aku tak tahu. Aku—anda—“ Aku bertukas. “Uh, apa kau tahu ada tikus di bangunan ini?” Aku selesai, kalah.

Dia tersenyum.

“Tii—dak. Bukan tikus.” Lalu dia tertawa. “Kucing!”

“Um, oke. Dah,” aku berbalik, berjalan cepat di koridor. Pintunya terbanting menutup di belakangku.

Aku mendengarnya terbuka lagi.

“Nona! Mungkin seharusnya kau tak di sini, nona!” dia memanggilku. Aku berbalik, hanya untuk melihat pintunya tertutup untuk kali kedua. Aku melanjutkan berjalan, sama sekali tak tenang. Pintunya terbuka lagi. Aku tidak berbalik, hanya berjalan semakin cepat. “Mungkin tidak terlalu aman, nona! Dengan tikus!”

Aku gemetar, dengan panik menekan tombol lift berulang kali. Aku mendengar pintu mengeklik di belakangku. Aku mendesah lega. Aku bersumpah untuk tak akan pernah berbicara dengan pria itu lagi. Apa pun yang dia lakukan hingga membuat flat cantik kami bau setengah mati, aku tak mau tahu.

Kembali di apartemen, bau busuknya sudah mulai menyebar hingga ruang tengah. Aku sadar aku takut Cal akan marah lagi. Aku tahu dia pasti berpikir aku mengacaukan sesuatu di studioku. Gagasan tentang rasa takutku pada reaksinya membuatku tak nyaman. Bagaimanapun dia adalah cinta sejatiku. Pasti aku takut karena aku ingin dia bahagia, sehingga aku tak mau dia stres karena memikirkan hal lain lagi. Aku putuskan bahwa aku tak takut padanya. Bagaimanapun aku mencintainya.

Begitu aku berhenti memikirkan hubunganku di kepalaku, aku baru sadar bahwa bau di sini sangat berbeda dengan bau di apartemen bawah. Di sana, baunya seperti keringat basi dan ganja lama. Di sini, baunya seperti kematian. “Tak ada tikus apanya,” aku mengomel. Aku tahu seekor tikus gendut di dalam dinding adalah satu-satunya penjelasan.

Aku tahu inilah waktunya memanggil pembasmi hama. Sebentar aku memikirkan untuk memanggil Cal apakah dia tak keberatan, tapi dia sangat marah di panggilan terakhir tadi. Dia menuduhku manja. Kuputuskan akan kulakukan ini sendiri, merogoh sisa uangku sendiri. Aku tak bisa melukis di kamar seperti itu. Dan aku adalah wanita dewasa, aku bisa mengatasi masalahku sendiri.

Aku menghubungi pembasmi hama. Dia mengarahkanku pada orang yang punya spesialisasi mengambil bangkai tikus dari dinding.

Tampaknya ada sedikit halangan.

Beruntung aku mendapat pembatalan, jadi orang itu bisa langsung datang. Aku benar-benar beruntung...

“Benar, kau punya bangkai tikus. Mungkin lebih dari satu. Kau tahu ini kadang terjadi saat orang membeli racun tikus. Sarang mereka mungkin ada di dalam dindingmu, dan mereka kembali ke dalam sana untuk mati. Jangan khawatir, akan kubereskan ini. Aku harus melubangi dindingnya, kau tak keberatan?”

Aku merengut, memikirkan Cal yang akan marah. Tapi dia tak pernah masuk ke studioku. Mungkin aku bisa menutup lubang itu dengan kanvas saja.

“Tapi jangan khawatir, say, dengan batu bata ini sangat mudah untuk memperbaikinya lagi. Tinggal tambahkan sedikit adukan semen dan pasang kembali batanya. Siapa saja bisa melakukannya, kau tak perlu mengatakan apa-apa!”

Jadi aku menyuruhnya untuk memulai.

**

Aku duduk di dapur saat polisi tiba.

Aku duduk di ruang interogasi saat mereka memberitahuku soal mayat yang mereka temukan di balik dinding.

Aku duduk di kantor pengacara saat mereka memberitahuku bahwa itu adalah mayat pacar Cal sebelumnya.

Aku duduk di boks saksi di ruang sidang saat mereka memberitahuku bahwa Cal membiarkan wanita itu di sana untuk mati perlahan, kematian yang menyiksa.

Aku duduk di tribun saat mereka memberinya seumur hidup tanpa bebas bersyarat karena pembunuhan berencana.

Tapi aku duduk sendirian di sebuah motel murah saat aku menyadari bahwa wanita itu masih hidup saat aku pindahan.

Benar-benar tak ada tikus di bangunan itu.


Comments

Terpopuler sepekan

Cerita Seram Api Unggun

Pengalaman diculik jin

Nyasar ke Dunia Gaib Bareng Abang Ojol - [Repost Twitter]

Peristiwa Ganjil di Patahan Amigara

Catatan Atas Awan

Ada yang mau tanya soal kemampuan ghaib dan indigo?

Cerita Horor Kaskus