Skip to main content

Aku dibesarkan untuk percaya bahwa diriku sebuah android.

original story by DepthZero
--> Reddit: https://www.reddit.com/user/DepthZero/
--> FB: https://www.facebook.com/DepthFiction/
[ permit ]

Sejak kecil aku diberitahu ayahku bahwa dirinya “membuatku” dan aku dibuat untuk membantu keluarga. Segala rasa dan pikiran yang berbeda dari program pemberiannya harus dilaporkan padanya sebagai malfungsi yang akan dia perbaiki. Tak butuh lama bagiku untuk menghubungkan malfungsi dengan rasa sakit dan aku melaporkannya semakin sedikit setiap tahunnya.

Aku tidur di basement di dalam sebuah kotak dengan alas tipis dan sebuah bantal. Aku tak pergi ke sekolah, aku tak tahu apa itu sekolah. Pendidikanku, kau bisa menyebutnya, adalah daftar buku tertentu untuk diunggah. Kebanyakan topik buku ini adalah yang berguna bagi orangtuaku seperti memperbaiki pipa dan kelistrikan, memasak, berkebun dan semua yang ditulis oleh ayahku dalam programku.

Ibuku kemudian akan memberiku daftar pertanyaan untuk dijawab dari buku-buku ini untuk memastikan proses pengunggahannya sukses. Terkadang, pertanyaannya akan menjebak atau aku akan menjawabnya dengan salah di depan mata marah ayahku. Pengunggahanku hampir selalu berhasil, aku tak punya waktu selain terus khawatir “merusak prosesorku” jika tidak berkonsentrasi dengan benar.

Menuliskan ini sekarang, bertahun-tahun kemudian terdengar konyol, tapi sebagai anak yang tidak terpapar pada dunia luar, aku hanya punya orangtuaku yang membimbingku. Di antara proses unggah dan maintenance, aku punya tugas-tugas untuk diselesaikan. Itu termasuk memotong rumput, memelihara kebun, memasak, bersih-bersih dan memperbaiki barang-barang seperti mesin pemotong rumput, mesin cuci, mesin pengering dan kulkas.

Tak ada waktu bersantai, aku selalu punya barang rusak untuk diperbaiki. Berikutnya aku tahu bahwa ayahku akan menjual barang-barang itu begitu aku selesai memperbaiki. Saat aku 17 tahun (aku tak tahu apa itu ulang tahun atau usia, tapi itu yang dikatakan polisi padaku) ayahku harus berhenti bekerja dan memutuskan itu waktunya bagiku untuk mencari penghasilan.

Gagasan itu membuatku takut tapi aku patuh karena sudah diprogram untuk melakukannya. Ayahku akan mengirimku untuk dibayar memotong rumput dan melakukan pekerjaan kebun. Biasanya dia akan menunggu di mobil hingga aku selesai atau pergi jika tak ada orang di rumah.

Selama waktu itu dia akan membuatku dalam mode mute--bisu--dan berkata bahwa dia akan tahu jika aku bicara dengan siapa saja. Itu terlarang, jika aku malfungsi maka akan ada konsekuensi serius. Tak seorang pun pernah mendekatiku atau bicara padaku. Bahkan meski mereka pulang sebelum ayahku kembali, mereka hanya akan masuk tanpa sepatah kata pun.

Kemudian aku tahu bahwa ayahku telah memberitahu para pelanggannya bahwa aku bisu-tuli dan suka dibiarkan sendirian untuk menyelesaikan pekerjaan. Sederhana saja, dia akan mengantarku ke sebuah properti luas, aku akan melakukan pekerjaanku kemudian kami pergi. Suatu hari aku sedang memotong rumput di sebuah rumah biasa, tak ada mobil di jalan masuk jadi ayahku meninggalkanku untuk melakukan pekerjaan. Tak berselang lama seorang gadis keluar dengan sebuah minuman. Dia terlihat seusia denganku jadi untuk sesaat aku mengira dia android juga.

“Panas sekali di luar sini, kupikir kau mungkin mau ini,” dia berkata, mengulurkan minuman hitam padaku. “Ini Pepsi, kukira tak masalah.” Dia tersenyum. Aku tak tahu apa itu Pepsi, warnanya hitam seperti oli yang sering diminumkan ibu padaku jadi kukira tak masalah.

Aku masih ingat rasa sesapan pertama, itu hal paling hebat yang pernah kurasakan. Minuman itu tidak membuat pikiranku teraduk seperti minuman ibu. Aku ingin bertanya apa itu Pepsi, dari mana dia mendapatkan minuman itu. Apa dia membuatnya sendiri? “Aku belum pernah melihatmu, kau bersekolah di mana?” gadis Pepsi bertanya. Aku menunduk dan berjalan kembali ke mesin pemotong rumputku. Apa yang harusnya kulakukan? “Kau tak mau bilang terima kasih?” dia berkata mengikutiku.

Aku balik menatapnya, dia membuatku gugup untuk alasan yang belum aku tahu. “Aku harus bekerja,” aku menjawab. Tanpa kata lagi dia mendengus dan pergi. Aku menghabiskan sisa hari menghitung menit hingga ayahku datang menjemput. Aku meyakinkan diri bahwa mereka akan tahu jika aku tidak membisu, bahwa aku sudah bicara pada seseorang.

Saat wagon merah berdebu ayahku menepi, aku memasukkan peralatanku dan naik. Tak ada kata terucap, aku merasakan sedikit kelegaan tapi suara kecil di belakang kepalaku bicara padaku. Dia mungkin tak tahu sekarang tapi tunggu sampai tiba di rumah. Tak ada yang tak biasa malam itu, aku melakukan pekerjaan rumahku, melakukan pengunggahan dan mengisi bateraiku.

Sisa pekan adalah urusan pekerjaan seperti biasa, ayahku masih dalam suasana hati yang sama sejak hari terakhir, dan akan bertahan hingga berminggu-minggu. Semakin lama suasana hatinya buruk, semakin agresif dia padaku. Suara kecil di belakang kepalaku berbicara satu kali lagi. Mungkin dia benar-benar tak tahu. Mungkin dia bohong. Sekalinya bibit ini tertanam, selama beberapa bulan awal akarnya telah mencengkeramku.

Pada kesempatan langka aku ditinggal sendirian, aku melakukan sesuatu yang tak pernah kulakukan sebelumnya, aku menonton TV.

Meski tanpa suara dan dalam durasi singkat, aku mulai melihat gambaran dunia luar. Keluarga bahagia, kartun dan hewan-hewan, mengagumkan sekaligus menakutkan. Hari yang mengubah hidupku selamanya adalah di hari aku menyalakan TV dan menangkap kelebatan I, Robot. Android nyata yang menanamkan keraguan yang nyata dalam diriku.

Meski aku tahu ada yang salah pada keadaanku, aku tak tahu apa yang harus dilakukan. Akhirnya, aku kembali dikirim lagi bekerja ke rumah gadis Pepsi. Aku sangat berharap dia akan membawakannya lagi padaku, tapi harapanku tak terkabul. Aku hampir selesai memotong rumput saat gadis itu menepi. Aku melihatnya menyetir masuk pekarangan dan turun. Sebagian diriku menjerit untuk bicara padanya.

Aku memikirkan skenarionya dengan hati-hati:

  1. Aku akan menemukan kebenaran soal diriku

  2. Mungkin dia akan memberitahu ayahku dan malfungsiku akan diperbaiki

  3. Mungkin aku akan dapat Pepsi

Aku menyusulnya saat tiba di pintu, nyaris kehabisan napas karena berlari, dan dia menatapku membelalak. “Apa aku android? Ayahku bilang aku adalah android.” Aku menyembur.

“Android?” dia bertanya mengangkat alisnya.

Aku menceritakan segala yang sudah kuceritakan pada kalian dan soal film tentang android sungguhan yang kutonton. Dia berdiri mematung, kupikir dia sedang berusaha mencerna semuanya. Aku mendengar langkah kaki di belakangku dan tiba-tiba kehilangan semua keberanianku. Ayahku tak mengatakan apa-apa dan menyambar lenganku menarikku pergi. Aku menatap kembali gadis itu, masih memasang kebingungan yang sama dengan saat aku mendatanginya.

Aku sudah mengungkapkannya.

Malam itu adalah malam terburuk dalam hidupku. “Perbaikan” yang ayahku lakukan lebih parah dari yang pernah kualami. Aku sesuatu, aku seseorang. Jahitan telah terbuka, ayahku tak mau repot melakukan hukuman setengah hati. Ini hukuman yang sesungguhnya.

Kedua orangtuaku berusaha membuatku takut, menceritakan kisah tentang polisi dan dunia luar. Mereka marah tapi juga terkejut. Aku tak pernah keluar basement sejak saat itu, hari-hari berlalu lambat dan adu teriakan orangtuaku adalah satu-satunya dorongan yang kumiliki. Aku akan menempelkan telinga ke pintu dan berusaha mendengarkan apa yang mereka katakan.

Sebuah kalimat membuatku merasakan takut yang tak tahu kumiliki. “Aku akan mematikannya demi kebaikan.” Akulah “nya” itu. Aku mendengar seseorang turun dan aku lari dari pintu. Ayahku mendorongnya terbuka tapi tetap di luar. Aku menatapnya dari seberang ruangan, tak yakin apa yang harus kulakukan. Dia melempar sekop ke dalam ruangan dan dentangnya yang beradu dengan lantai memecah keheningan.

“Ayo,” dia berkata, menyuruhku keluar ruangan. Aku mematuhi perintahnya dan dipimpin menuju pekarangan belakang. Kami berjalan lebih jauh lagi sebelum dia menyuruhku menggali sebuah lubang.

“Untuk apa aku menggali?” aku bertanya padanya.

“Apa-apaan semua pertanyaan ini? Kau ini kenapa? Apa aku tak memprogrammu dengan benar?” Ayahku paling tidak sudah 60 tahun, tapi pria layu ini tetap membuatku takut.

“Apa kau akan mematikanku?”

“Ya, benar. Akan mematikanmu dan cari yang baru. Yang bisa menutup mulutnya.” Setengah senyum muncul di wajah ayahku, seakan dia puas dengan dirinya.

Senyum itu membuatku murka, pria itu membuatku murka. Setara dengan rasa takutku, aku memikirkan apa yang kurindukan. Meski aku tak tahu apa yang kurindukan selain dunia magis yang kusatukan dari acara TV yang kutonton. Aku memikirkan gadis Pepsi, aku memikirkan Pepsi, kemudian semua penderitaan yang diberikan pria ini padaku.

Aku menggenggam sekopku dan mengayunkan pada sisi wajahnya. Suaranya meraung ke tengah malam tapi tak ada bagian diriku yang menetap untuk menikmatinya. Ayahku jatuh ke tanah dan aku mulai berlari. Tak ada rencana, aku tak punya niat untuk hal semacam ini dan tak tahu harus pergi ke mana.

Setelah melewati beberapa properti, aku akhirnya berhenti berlari. Aku jatuh ke beberapa rumput tinggi dan mulai bernapas. Bintang-bintang begitu indah, itu pertama kalinya aku keluar malam sendirian dan, melupakan rasa takut serta ketidakpastian, itu adalah malam terindah dalam hidupku.

Aku putuskan untuk pergi ke rumah gadis Pepsi, aku tahu jaraknya sudah dekat dan tahu letaknya. Aku melanjutkan berjalan dan menemukan diriku di jalan masuk rumahnya saat matahari terbit. Aku mengetuk pintu hingga seorang pria gelisah keluar dan menyambutku. Aku memberitahunya segala yang kuceritakan pada putrinya dan dia memercayaiku. Terima kasih Tuhan dia percaya padaku.

Polisi datang ke rumah dan menemukan ayahku dengan pistol di mulutnya, dia sudah lebih dulu menyingkirkan ibuku. Mereka meminta ayahku menurunkannya tapi dia menarik pelatuk dan semuanya berakhir. Berakhir untuk mereka tapi tidak untukku, hidupku baru saja dimulai.

Akhirnya diungkapkan padaku bahwa mereka bukan orangtuaku yang sebenarnya. Mereka menculikku, mencuri masa kecilku, pikiranku, dan aku juga bertanya-tanya apakah mereka juga mencuri kewarasanku. Terima kasih Tuhan untuk malfungsinya.

NB: Terima kasih Gary, Emily dan Grace (gadis Pepsi). Terima kasih.

***

Comments

  1. Yeay, update cerita lagi.

    Btw ini sedikit banyak mengingatkan saya pada salah satu story tentang seseorang yang menganggap dirinya adalah anjing peliharaan. Kebebasan berpendapat dikekang aja udah nggak tenang bet, apalagi yang sampai tahap pengekangan mental dan fisik. That absolutely freakin' out.

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah saya belum pernah tahu ceritanya.

      Delete

Post a Comment

Tinggalkan komentar

Terpopuler sepekan

Pengalaman diculik jin

Aku anggota tim SAR kehutanan AS, aku punya kisah untuk diceritakan [Part 2]

Aku anggota tim SAR kehutanan AS, aku punya kisah untuk diceritakan [Part 1]

Cerita Seram Api Unggun

Peristiwa Ganjil di Patahan Amigara

Cerita Horor Kaskus

Catatan Atas Awan

Nyasar ke Dunia Gaib Bareng Abang Ojol - [Repost Twitter]

Ada yang mau tanya soal kemampuan ghaib dan indigo?