Skip to main content

Istri-istriku Tidak Rukun

*Beberapa waktu lalu saya mendapat PM dari Tobias Wade, salah satu penulis cerita di Reddit. Beliau dengan baik hati membagikan buku kumpulan cerita pendek karya beliau dan mengizikannya untuk diterjemahkan di blog ini.

Ada 54 cerita di buku tersebut. Dan saya akan memanfaatkannya sebaik mungkin. Tapi saya belum tahu apakah akan bisa menerjemahkan semuanya. Kita lihat saja nanti.

Bagi yang ingin memberikan dukungan untuk beliau bisa dengan mengunjungi websitenya atau membeli bukunya di Amazon. (link ada di bawah)

Dan inilah cerita pertama.

**

Istri-istriku Tidak Rukun

from '54 Sleepless Nights' by Tobias Wade

reddit nosleep tobias wade
tobiaswade.com


website: http://tobiaswade.com

amazon: www.amazon.com/54-Sleepless-Nights-Monsters-Legends-ebook/dp/B0917ZG3BC


PERNAHKAH KAU INGIN MENCINTAI SESEORANG, TAPI TIDAK BISA?

Itulah yang kurasakan pada Tammy. Kami seharusnya tidak pernah pernah berkumpul, tapi itu adalah hari ulang tahunnya dan aku tidak tahu kenapa aku membuat diriku terlibat. Dia mengundang kami semua berlima dari kantor dan aku berharap hanya akan minum dan pulang. Di bar, setengah jam lewat dari jadwal kami seharusnya bertemu, dan setiap kali teleponnya berdering, aku tahu itu adalah seseorang yang membatalkan datang di menit terakhir. Tapi dia bersinar dengan kehangatan yang tidak redup oleh kekecewaannya, dan aku tidak punya tempat lain untuk dituju, dan jam-jam berlalu begitu cepat ketika kau menemukan orang yang menemanimu dalam kesepian.

Tammy menyalahkan dirinya sendiri atas pesta yang menjadi buruk, caranya mencela diri sendiri yang membuatku menghibur dirinya. Semakin keras dia pada dirinya sendiri, semakin lembut sikapku padanya, sampai entah bagaimana tanpa sengaja aku menyebutnya cantik karena aku tidak tahan dia berpikir sebaliknya. Wajahnya yang bersinar sebagai tanggapan adalah bukti bahwa aku tidak berbohong, dan cara dia tersenyum balik membuatku merasa bahwa itu adalah pertama kalinya dia benar-benar memercayai kata-kata itu.

Tammy tetap dekat denganku saat kami pergi bersama. Cukup dekat untuk bisa merasakan napasnya di leherku. Kemudian lengannya melilit lenganku dan kehangatannya tidak hanya sekedar sesuatu untuk dibayangkan lagi. Hanya untuk menjaga keseimbangannya, katanya, tapi tidak ada cukup kemantapan untuk aku melepaskannya sendiri. Lagipula dia sudah minum, dan membutuhkan seseorang untuk mengantarnya pulang…

Kupikir dia benar-benar cantik malam itu, dan semakin dia percaya padaku, semakin cantik dia menjadi. Tapi cinta? Bukan salahnya dia jatuh cinta padaku, dan bukan salahku jika aku tidak bisa merasakan hal yang sama.

Seorang pria kelaparan tidak peduli pada apa yang dia makan, dan orang kesepian akan melekat pada siapa saja yang membuat mereka lupa bagaimana rasanya sendirian. Tammy dan aku tinggal bersama, dan kalimat “Mungkin beginilah rasanya cinta” terus muncul di kepalaku. Tammy memperlakukanku dengan kesetiaan dan melimpahiku dalam kebaikan, dan semakin lama kami tinggal bersama, semakin sulit membayangkan hidupku menjadi lain.

Tammy akan melakukan apa saja untuk mempertahankanku, dan dia mengingatkanku setiap hari. Aku tidak bisa memikirkan cara yang lebih baik untuk berterima kasih padanya selain dengan semua yang harus aku berikan. Dia sangat bahagia di hari aku memintanya menikah denganku, dan berjemur dengan cahaya itu aku berkata pada diriku sendiri bahwa kebahagiaannya sudah cukup untuk kami berdua selama bertahun-tahun ke depan.

Lalu ada istri aku yang lain. Yang mencukur kepalanya. Dengan cincin hidung, dan jaket kulit, dan tato ular memutar dari satu paha ke paha berikutnya. Aku tidak tahu apakah kau bisa menyebut Zara cantik — tentu saja tidak dengan cara sama kau memandang Tammy — tetapi kau bisa memanggilnya dengan nama lain dan itu akan tetap membuatnya bahagia.

Aku bertemu Zara di kota lain tempat kantor pusat perusahaanku berada. Aku harus pergi sebulan sekali, setiap bulan, tapi tidak butuh waktu lama sampai aku menemukan alasan untuk pergi setiap akhir pekan. Tammy hamil, dan aku tidak bangga dengan perbuatanku. Tapi aku juga tidak malu, karena perasaan bersalahku hanyalah setetes air dalam lautan cinta.

Zara adalah segalanya yang tidak pernah kutahu aku inginkan. Dia liar, tak terkendali, tak terpuaskan. Dia adalah seorang penyihir yang menempatkanku di bawah mantranya, iblis yang telah merenggut jiwaku. Ini adalah jenis alasan yang akan kukatakan pada diriku sendiri setiap kali rasa bersalah mulai merangkak naik ke tulang belakangku. Saat aku menggenggam Tammy di malam hari aku akan menceritakan pada diriku sendiri tentang semua hal gila yang pernah dilakukan pria demi cinta, dan aku menempatkan diriku sebagai teman mulia mereka. Dan ketika aku tertidur, aku bermimpi untuk kembali dengan gadis yang sentuhannya adalah api itu.

Akhir pekan tidak pernah cukup untuk dihabiskan bersama Zara, dan setiap kalinya selalu lebih sulit untuk ditinggalkan daripada yang terakhir kali. Tapi aku tidak bisa meninggalkan Tammy dengan anak itu, dan kecemasan bahwa ini harus berakhir mulai menggerogotiku siang dan malam. Aku terus merahasiakan keduanya satu sama lain, pergi bolak-balik, hampir tidak memercayai diriku untuk memanggil mereka tanpa lidahku berusaha mengkhianatiku. Semakin banyak tekanan tumbuh, semakin aku merasa tidak aman dan defensif, sampai satu hari dengan mengejutkan Zara mengatakan kepadaku bahwa dia iri dengan waktuku. Dia tidak ingin aku pergi lagi. Dia ingin menjadi istriku, dan bodohnya aku mengatakan kepadanya bahwa aku menginginkan hal yang sama.

Itu bukan pernikahan yang sangat resmi — Zara tidak menyukai hal semacam itu. Tangan kami tergenggam di hutan dan kaki berada di sungai ketika aku menempatkan cincin di jarinya. Hidupku telah berakhir untuk selamanya, dan aku tidak bisa membayangkan apa pun kecuali kebahagiaan yang akan datang.

Aku berkata pada diri sendiri saat itu bahwa aku akan melakukan satu perjalanan terakhir untuk mengakhiri semuanya dengan Tammy. Dia akan lebih baik sendirian — aku ingin percaya—daripada dengan seseorang yang tidak membutuhkannya lagi. Aku akan melakukan bagianku dan membantu membiayai anak itu, dan aku tidak akan butuh banyak uang karena tidak ada hal yang bisa mengisi hatiku seperti yang Zara lakukan. Tammy akan menangis, tapi aku tidak akan menyerah, dan dalam waktu lima tahun—dalam waktu sepuluh tahun—ketika aku tua dan beruban dengan tangan gemetar — aku akan memegang Zara semakin erat karena aku terlalu lemah untuk mengikuti hatiku.

Mungkin begitulah jadinya jika Zara tidak mengikutiku. Dia berniat akan memberiku kejutan dengan ikut membantuku pindahan. Dia pikir dirinya pintar saat menghubungi kantorku dan berpura-pura menjadi klien dan mengatur pertemuan di rumahku. Bagaimana dia bisa tahu bahwa Tammy ada di rumah saat aku pergi ke toko untuk membeli beberapa keperluan untuk anak kami yang baru lahir?

Polisi datang lebih dulu daripada aku. Ibu muda yang menangis dan wanita punk yang menjerit—tidak sulit bagi mereka untuk tahu apa yang terjadi. Tirai yang ditebas pisau dan piring yang hancur — pasti ada pertarungan yang cukup keras hingga tetangga memanggil polisi. Noda darah di karpet dan jejak kotor ke kamar bayi—tidak ada cara untuk menyembunyikan bukti, atau mengetahui yang terjadi pada putriku yang tercabik-cabik sebelum dia pernah mengetahui namanya sendiri.

Zara dan aku tidak pernah berbicara lagi. Bahkan di persidangannya di mana aku dipanggil sebagai saksi. Aku bahkan tidak bisa menatap matanya ketika aku memberi tahu juri tentang perselingkuhan itu, bahwa aku mencintainya, dan bahwa aku tahu itu salah. Aku memberi tahu mereka bahwa Zara cemburu, bahwa dia telah membunuh anak itu, dan bahwa aku tidak pernah ingin melihatnya lagi.

Satu-satunya hal yang bisa lebih sulit untuk ditanggung adalah saat Tammy memaafkanku. Dia bilang itu bukan salahku. Bahwa aku telah membuat kesalahan. Bahwa kami bisa belajar bahagia bersama lagi. Dan aku percaya padanya, karena seberat apapun ini untuk aku tanggung, aku tahu bahwa aku tidak dapat menanggungnya sendirian.

Itu hampir dua puluh tahun yang lalu, dan Tammy dan aku telah melangkah melaluinya sebaik mungkin. Kami memiliki dua anak lagi, keduanya laki-laki. Aku senang akan hal itu, karena jika kami memiliki seorang putri, aku tidak akan bisa melihatnya tanpa memikirkan anak yang telah dipisahkan dari kami. Jika Tammy masih bisa mencintaiku setelah semua hal itu, lalu bagaimana aku bisa mengatakan bahwa aku tidak bisa mencintainya kembali? Meski semua yang kulakukan adalah agar aku tidak sendirian, aku tahu bahwa ini hanya masalah waktu.

Tammy sakit, dan dia tidak akan sembuh. Aku telah menghabiskan setiap hari di sisi istriku, dan bungsu kami akan berangkat ke perguruan tinggi dalam beberapa minggu. Maka hanya akan tersisa aku dan penyesalanku, memikirkan kata-kata yang diucapkan Tammy kepadaku tadi malam.

“Sudah kubilang aku akan melakukan apa saja untuk mempertahankanmu, dan aku melakukannya,” dia berkata padaku. “Jika kau tidak berpikir Zara membunuh putri kita, kau tidak akan pernah bersedia tinggal bersamaku. Aku harus melakukannya, tidakkah kau mengerti? Kita sudah saling berbahagia selama bertahun-tahun."

Aku selalu tahu bahwa aku tidak pernah mencintainya, tetapi butuh seumur hidup bagiku untuk menemukan alasannya.



Comments

  1. Astaga.. si mbak Tammy psikotest ternyata.. hiihh.. ngeri

    ReplyDelete
  2. Tega membunuh anaknya sendiri hmmmmm

    ReplyDelete

Post a Comment

Tinggalkan komentar

Terpopuler sepekan

Pengalaman diculik jin

Aku anggota tim SAR kehutanan AS, aku punya kisah untuk diceritakan [Part 2]

Aku anggota tim SAR kehutanan AS, aku punya kisah untuk diceritakan [Part 1]

Cerita Seram Api Unggun

Peristiwa Ganjil di Patahan Amigara

Cerita Horor Kaskus

Catatan Atas Awan

Nyasar ke Dunia Gaib Bareng Abang Ojol - [Repost Twitter]

Ada yang mau tanya soal kemampuan ghaib dan indigo?