Skip to main content

Cerita Seram dari Bali

Dari manga asli Book of Horror oleh Takaminato Motosuke
Transkrip oleh radenbagio


-Tsuda-

Di pelataran sebuah pura, seorang pemandu tur sedang mengamati kerumunan pengunjung yang hilir mudik atau sesekali berfoto.

“Hei, ada apa?” seorang pria lain mendatanginya.

“Ah, bos, tamu kita yang itu,” si pria pertama menunjuk salah seorang pengunjung di tengah pelataran. “Dari tadi dia berjalan zig-zag tanpa henti di pelataran.”

Si pria kedua mengamati seorang wanita muda yang sedang berjalan seorang diri. Berputar-putar dan berbelok setiap beberapa langkah secara acak di atas petak-petak lantai batu, sedikitpun tidak memedulikan keadaan di sekitarnya.

Si pria mengambil catatan dari dalam sakunya, dan melihat nama si wanita; Azusa Mizuguchi, sebelum kemudian berjalan mendekatinya.

“Nona Mizuguchi, saya Tsuda, perwakilan dari Landa Tour,” katanya setelah tiba di samping si wanita. Namun si wanita tetap berjalan tak acuh. Pandangannya sendu, tertuju ke petak-petak lantai batu di bawah kakinya. “Nona Mizuguchi? Nona Azusa Mizuguchi? Nona Mizugu—AAH!”

Tsuda menepuk bahu Mizuguchi, tapi sebuah perasaan tak menyenangkan seperti tersengat membuatnya menarik tangan tiba-tiba. Dia menoleh ke arah rekannya yang sepertinya sudah tahu hal itu.

“Tuh, kan,” kata rekannya, dengan tatapan aku-sudah-bilang. “Kita tidak bisa berbuat apa-apa.”

“Baiklah, biar aku saja yang menunggui dia di sini,” kata Tsuda. “Kau kembalilah lebih dulu mengurusi para tamu dinner cruise nanti malam.”

“Baik.”

Hingga gelap perlahan turun dan para pengunjung berangsus berkurang Tsuda tetap mengawasi wanita itu berputar-putar dan berjalan zig-zag di pelataran pura.

PIP-PIP-PIPP

Tsuda mendengar dering ponsel. Dari dalam tas Mizuguchi.

PIP-PIP-PIPP

Mizuguchi mengambilnya dan menjawab telepon itu.

“Ah, ibu?” Tsuda mendengar Mizuguchi berkata. “Iya, tidak apa-apa. Aku sudah beli oleh-oleh. Ibu tunggu saja. Iya.”

“Anu, Nona Mizuguchi?” Tsuda mencoba lagi, selagi Mizuguchi bisa berhubungan dengan orang lain. Tapi si wanita tetap bercakap di telepon tanpa menyadari keberadaan Tsuda yang hanya satu meter di sampingnya.

“Ya, sampai nanti.” Mizuguchi menutup telepon dan meneruskan berjalan zig-zag.

Tsuda mengeluarkan lagi catatannya dan melihat nomor ponsel Mizuguchi. Yang kemudian dia hubungi dengan ponselnya.

PIP-PIP-PIPP

Ah, berhasil.

“Halo?” kata suara Mizuguchi di speaker ponsel sekaligus di hadapan Tsuda.

“Anu.. saya Tsuda dari Landa Tour,” jawab Tsuda lewat ponselnya. “Nona, apakah Anda bisa melihat saya?”

“Maaf di sekitar sini gelap, apakah Anda ada di dekat-dekat sini?”

Apa? Tsuda membatin kebingungan.

“Maaf saya sudah berlaku seenaknya sendiri,” kata Mizuguchi lewat telepon. “Tapi saya yakin jalan yang sedang saya lewati sekarang akan menuntun saya sampai Gerbang Pertemuan Kembali.”

“Jalan?” ulang Tsuda, masih kebingungan.

“Saya kemari untuk hal ini,” Mizuguchi melanjutkan. “Pura B adalah peninggalan bersejarah yang didirikan sekitar abad XI. Arti nama itu adalah pertemuan. Konon di bagian tersembunyi dari pura ini ada Gerbang Pertemuan Kembali yang bisa mempertemukan kita kembali dengan orang yang telah tiada. Banyak turis yang datang berkunjung tertarik pada kisah sedih itu. Tapi tak seorang pun menganggapnya nyata.”

Tsuda tidak mengerti maksud ucapan itu.

“Nona Mizuguchi, hari sudah hampir gelap,” Tsuda memberitahu. “Bagaimana kalau kita kembali dulu ke hotel? Saya akan mengantar Anda.”

“Tidak bisa,” jawab Mizuguchi. “Kalau aku kembali sekarang, aku tak tahu akan butuh berapa lama hingga sampai di permukaan.”

“Permukaan?”

“Entah sudah berapa jam aku menyusuri jalan ini menuju bawah tanah,” ujar Mizuguchi. “Tapi bagian langit-langit terbuka dan aku masih bisa melihat langit di atas sana. Tapi entah kenapa tak ada orang lain yang masuk kemari. Waktu datang kemari, jalan inilah yang pertama kali kutemukan.”

Tsuda semakin khawatir. Entah apa yang terjadi pada tamunya yang satu ini. Langit sudah benar-benar hitam sekarang. Lampu-lampu menyala di kejauhan. Dia tak bisa membiarkan wanita ini di sini sendirian malam-malam.

Tsuda membuat panggilan lain untuk rekannya.

“Bodir, ini aku. Iya aku masih di sini. Tolong cari orang yang fisiknya kuat dan bawa kemari,” dia meminta. “Tidak ada pilihan selain membawanya dengan paksa.”

Setelah itu Tsuda kembali bicara pada Mizuguchi yang masih berjalan di depannya.

“Nona Mizuguchi, ini dengan Tsuda. Pasti Anda lelah berjalan terus sedari tadi. Bagaimana kalau Anda istirahat dulu sebentar?”

“Tidak, aku ingin cepat-cepat sampai—Ah!”

“Ada apa?!”

“Ke atas,” Mizuguchi memberitahu. “Dari tadi jalanan ini mengarah ke bawah tanah. Sekarang jalanan mulai menuju ke atas. Ada undakan menuju ke atas.”

“Nona Mizuguchi, Anda ingin bertemu dengan siapa di Gerbang Pertemuan Kembali?”

Jeda kesunyian cukup panjang sebelum Mizuguchi menjawab. “Tunanganku.”

Kemudian dia mulai bercerita.

“Sebulan sebelum upacara pernikahan kami, dia meninggal dalam sebuah kebakaran,” kisahnya. “Kejadian itu sudah cukup lama, tapi aku masih selalu sedih karenanya. Akhir-akhir ini aku tidak bisa memikirkan hal lain selain kejadian itu. Bagaimanapun, agar aku bisa bangkit, aku ingin bertemu dengannya lagi meski hanya sekali.”

Detik-detik berikutnya hanya terdengar desahan napas dan langkah kaki Mizuguchi yang sedang kelelahan menaiki jalan menuju ke atas.

“Bos, maaf terlambat!” seorang pria bertubuh besar berlari kecil dari kejauhan. “Di mana tamu yang anda maksud, bos?”

“Itu di sana,” Tsuda menunjuk ke tengah pelataran. Mizuguchi berjalan lebih lambat dari sebelumnya. “Walau dengan paksaan kita harus membawanya kembali ke hotel.”

Tapi dua pria itu berhenti terpaku ketika melihat si wanita. Mizuguchi, yang sedari tadi tampak lesu dan hanya berjalan memandang lantai batu di bawah kakinya, kini telah mengangkat wajahnya. Kedua matanya berbinar bahagia seakan melihat surga yang hanya dia sendiri yang bisa melihatnya.

Detik berikutnya, Tsuda dan rekannya melihat Mizuguchi mengayunkan satu langkah lagi dan dalam sekejap wanita itu lenyap di tengah udara.

**

-Mizuguchi-

Setelah melewati gerbang indah yang membingkai sebuah cahaya menyilaukan kini segalanya kembali redup dan Mizuguchi tiba di sebuah tempat baru. Dia sudah tidak lagi berada di dalam labirin berdinding batu tinggi dengan undakan berliku jauh di bawah permukaan tanah. Dalam beberapa saat dia terpaku menyadari bahwa dia sekarang berada di beranda apartemen kekasihnya di Jepang.

Ini apartemen Shuichi.

Mizuguchi mengeluarkan ponsel. Di luar nalar, tanggal dan tahun di layar ponselnya telah berubah menjadi hari di saat kebakaran itu terjadi.

Ini kesempatanku menyelamatkan Shuichi! Tiba-tiba dia terpikir. Aku bisa menyelamatkannya! Dia tak harus mati!

Mizuguchi bergegas masuk ke dalam apartemen yang sudah sangat dikenalnya. Dengan cepat melewati lorong depan. Dan berhenti mendadak ketika tiba di kamar kekasihnya.

Kekasihnya, orang yang selalu dia pikirkan setelah kepergiannya, kini sedang tertidur pulas di tempat tidurnya, dalam dekapan seorang wanita cantik yang tidak Mizuguchi kenal. Baju mereka telah tanggal dan berserakan di lantai. Di atas meja terlihat piring dan gelas anggur sisa makan malam. Itu peralatan makan yang dia beli bersama Shuichi dan akan mereka gunakan untuk berbulan madu.

Api itu membara di mata Mizuguchi. Air mata meleleh di pipinya sementara dia melihat para petugas pemadam kebakaran berjibaku memadamkan api yang kini sudah melalap semua bangunan apartemen kecil dua lantai itu.

**

-Beberapa bulan kemudian-

Dengan diikuti seorang penjaga, Mizuguchi berjalan ke bilik tempat narapidana menemui pembesuk.

Seperti pada kunjungan biasa, ibunya selalu memberinya semangat dan menceritakan hal-hal yang sekiranya akan membuatnya senang. Mizuguchi hanya membalas seadanya untuk menghargai usaha tanpa lelah ibunya. Hingga kemudian ibunya menceritakan sebuah topik yang menarik minatnya.

“Benar, dia menelepon dari luar negeri,” kata ibunya. “Orang bernama Tsuda itu bilang kau menghilang tadi malam saat sedang mengikuti tur. Dia bertanya apa kau pernah menghubungiku. Haha. Lelucon yang tidak lucu ya. Mungkin dia salah orang. Tapi dari mana dia tahu nomer rumah kita—”

“Ah,” Mizuguchi mengangkat wajah. “Ibu, tolong sampaikan permintaan maafku padanya karena sudah merepotkan.”

Senyum ibunya menghilang. Berganti dengan wajah kebingungan. Namun tetap penuh kepedulian terhadap putrinya.

“Lalu, tolong minta padanya untuk menghentikan siapa saja yang berusaha menemukan Gerbang Pertemuan Kembali. Pertemuan kembali tidak selamanya akan membawa kebahagiaan.”


Comments

  1. Keren banget ceritanya

    ReplyDelete
    Replies
    1. bisa didapatkan versi komiknya di toko buku terdekat ya. :)

      Delete

Post a Comment

Tinggalkan komentar

Terpopuler sepekan

Pengalaman diculik jin

Aku anggota tim SAR kehutanan AS, aku punya kisah untuk diceritakan [Part 2]

Aku anggota tim SAR kehutanan AS, aku punya kisah untuk diceritakan [Part 1]

Peristiwa Ganjil di Patahan Amigara

Cerita Seram Api Unggun

Cerita Horor Kaskus

Nyasar ke Dunia Gaib Bareng Abang Ojol - [Repost Twitter]