Skip to main content

Aku membunuh semua kolegaku dan tak akan pernah tertangkap. Ini pengakuanku.

original story by Odd_directions
YouTube Channel: http://www.youtube.com/c/OddDirections
[ permit ]

Namaku Sam Wilkinson. Ini akan menjadi kata-kata terakhiku di Bumi. Baru-baru ini aku mendapat email aneh di tempat kerja dan sebelum pergi untuk selamanya aku ingin memberi tahu kalian semua tentang email itu dan apa yang diakibatkannya. Aku tidak peduli kalian percaya atau tidak, aku hanya ingin meninggalkan sesuatu. Pengakuan, jika kalian bersedia. Aku akan mencoba membuatnya singkat, tetapi kukira aku harus mulai dari awal.

Aku sudah membenci hidupku sejak bisa mengingatnya. Itu dimulai pada hari pertamaku sekolah. Saat itulah bullying dimulai. Aku tidak tahu apa salahku sehingga pantas mendapatkannya atau mengapa hal itu terus berlanjut tidak peduli berapa kali aku pindah sekolah. Kejahatanku satu-satunya, tampaknya, adalah aku gemuk. Itu adalah lingkaran setan. Semakin mereka mengejekku, semakin banyak aku makan untuk menghibur diriku sendiri, dan semakin banyak aku makan semakin mereka mengejekku. Aku menjadi depresi dan semakin canggung dalam bersosial. Seiring bertambahnya usia dan memasuki SMA, aku mulai membenci kebanyakan orang. Bisa dibilang semua orang kecuali ibuku. Pandanganku dalam membenci orang tidak membantuku. Katakan saja kepribadianku menjadi kurang menyenangkan.

Aku tidak pernah pergi jauh dari rumah dan menghabiskan sebagian besar hariku di basement ibuku bermain video game lama. Begitulah hidupku. Aku membicarakan masa lalu ... Ya Tuhan, itu masih hidupku sekarang. Rasa malu terbesarku—kesalahan terbesarku—adalah kondisiku yang menyedihkan membuat ibuku yang malang tidak bahagia. Aku telah melihat fotonya di waktu setelah kelahiranku. Ibuku menatapku dengan kebahagiaan besar, matanya yang masih muda. Pada saat itu dia tidak bisa membayangkan akan menjadi orang sesampah apa diriku. Dia membayangkan sesuatu yang berbeda. Dia berpikir bahwa anak lelaki kecil itu akan tumbuh menjadi seorang pria dan akhirnya akan memberikan cucu; dia tidak berpikir aku akan menjadi diriku yang sekarang.

Aku tidak pernah belajar keterampilan selain bermain video game, jadi untuk waktu yang lama aku tidak bisa mendapatkan pekerjaan. Tapi itulah yang aku suka. Aku tidak ingin berada di dekat orang-orang. Namun, sekitar tiga tahun yang lalu, ibuku memaksaku untuk mendidik diriku sendiri sehingga aku bisa mendapatkan pekerjaan dan membantu membayar uang sewa yang terus meningkat. Dengan enggan aku setuju dan cukup banyak memilih mata pelajaran secara acak di sekolah kejuruan selama masih dekat dengan rumah. Aku tidak punya SIM sehingga tidak bisa bepergian terlalu jauh dari rumah. Tapi aku tidak keberatan, bagaimanapun aku selalu ingin sedekat mungkin dengan rumah.

Jurusan yang kupilih tidak menyenangkan. Bisnis Administrasi, yang berarti aku hanya akan menghabiskan waktuku menatap spreadsheet di Excel sepanjang hari. Aku tidak pernah berpikir itu akan membawaku pada apa pun, bukan karena aku tidak belajar apa yang diajarkan kepadaku, tapi karena aku tidak berpikir ada orang yang cukup gila untuk mempekerjakan orang sepertiku. Namun, setelah magang di sebuah perusahaan teknologi besar—aku tidak akan menyebutkan namanya di sini tetapi kalian mungkin pernah mendengarnya—aku secara ajaib dipekerjakan. Meskipun aku telah menderita sepanjang hidupku, itu tidak sampai pada periode—yang kujalani sekarang—yang membuatku ingin mengakhiri hidup.

Stres itu tak tertahankan sejak awal. Setiap hari ketika naik bus ke kantor aku harus melihat bagaimana orang-orang secara aktif memilih untuk tidak duduk di sebelahku. Tempat kerjaku memiliki ruang kantor terbuka, jadi aku tidak bisa melepaskan diri dari orang-orang seberapapun aku berusaha dan mereka tidak bisa lari dariku. Untuk beberapa alasan, aku harus duduk bersama dengan orang-orang dari HR, orang-orang paling keras dan paling sosial di seluruh gedung. Aku harus mendengarkan obrolan ringan mereka sepanjang waktu sementara menatap spreadsheetku yang sangat membosankan. Dan, tidak mengherankan, mereka tidak menyukaiku. Sebagian besar dari mereka berpura-pura aku tidak ada tetapi setelah aku harus berbicara dengan mereka—atau setelah aku secara tidak sengaja bertemu dengan mata mereka—aku bisa melihat kejijikan di mata mereka.

Jennifer, wanita muda di sebelahku adalah yang paling membenciku. Dia selalu menyapaku dengan ekspresi jijik dan aku sering melihatnya memutar mata ketika aku duduk di sebelahnya. Dia merasa terganggu secara visual begitu aku berbicara dengannya. Dari waktu ke waktu aku mendengar mereka berbicara tentangku di belakangku. Jennifer bahkan tidak mau memelankan suaranya. Aku tidak bisa benar-benar pergi ke departemen HR mengadukan masalahku, karena inilah departemen HR.

Seperti inilah hidupku selama tiga tahun. Baru-baru ini, bosku memanggilku ke kantornya. Rupanya, ada keluhan terhadapku. Dia mengatakan orang yang mengajukan pengaduan ingin menjadi anonim, tapi aku cukup yakin itu adalah Jennifer. Bosku bilang kepadaku, dengan rasa iba dalam suaranya, bahwa itu menyangkut kebersihanku.

“Kenapa kau tidak mandi di pagi hari?” wanita itu bertanya.

Aku sudah mandi, tapi setelah berjalan beberapa ratus meter ke perhentian bus dan setelah duduk di bus, tak bisa bergerak karena cemas, aku berkeringat lagi. Aku tidak bisa menahannya. Mendengar ini membuatku sangat membenci diriku sendiri. Pikiranku untuk bunuh diri meroket. Satu-satunya hal yang mencegahku untuk benar-benar bunuh diri adalah seberapa besar hal itu akan menyakiti ibuku. Aku tidak bisa melakukan itu padanya. Tapi coba tebak? Seminggu yang lalu, ibuku meninggal.

Ketika aku pulang kerja, aku menemukannya di lantai ruang tamu. Aku tahu dia telah berbaring di sana sejak pagi karena dia masih mengenakan gaun ganti. Dia masih hidup, tetapi dia tidak bisa bicara lagi. Dia berdeguk dengan ekspresi bingung di wajahnya yang dulu begitu cantik. Aku segera memanggil ambulans. Dia meninggal di rumah sakit malam itu. Dokter memberi tahuku bahwa dia menderita stroke masif. Tentu saja, ini akan membuat siapa pun putus asa, tetapi bagiku itu berarti akhir hidupku. Dari sudut pandangku, dunia ini tidak memiliki orang yang layak lagi di dalamnya.

Bosku tidak mengizinkanku libur kerja, bahkan tidak untuk berduka cita. Sebrengsek itulah dia, tapi itu tak apa. Tinggal di rumah hanya akan mengingatkanku pada ibuku. Semua orang tahu apa yang terjadi ketika aku datang ke kantor. Aku bisa tahu dari atmosfernya. Tidak ada yang memberiku belasungkawa. Aku membayangkan menembak diriku sendiri di kepala, meledakkan otakku tepat di depan semua orang. Tapi aku tidak punya pistol. Alih-alih, rencanaku yang sebenarnya adalah melompat keluar jendela. Bagaimanapun, kami berada di lantai lima puluh. Tidak mungkin aku bisa selamat dari kejatuhan setinggi itu. Aku belum pernah merasa begitu yakin tentang hal ini sebelumnya. Aku telah membuat keputusan. Pada saat itulah aku menerima email aneh itu. Seperti yang kukatakan, itu seminggu yang lalu.

Email dimulai dengan:

“Inilah akses Anda ke The Forest.”

Nama pengguna dan kata sandi mengikuti dan pada tombol, tertulis: “Salam, Leif.”

Leif menggunakan email perusahaan jadi aku berasumsi dia dari IT dan mereka sedang mulai menggunakan perangkat lunak atau sistem baru. Aku merasa aneh karena dia tidak menjelaskan apa itu. Namun aku tidak terlalu memikirkannya dan menganggapnya pasti sudah dijelaskan pada beberapa pertemuan di mana aku tidak menaruh perhatian. Aku bertanya kepada Jennifer apakah dia tahu apa itu. Dia menggelengkan kepalanya dengan sikapnya yang khas dan berkata tidak dengan jenis nada yang kau gunakan ketika seorang bajingan mengajakmu kencan. Seperti biasa aku berpura-pura tidak terjadi apa-apa, tetapi di dalam diriku tidak bisa menahan diri untuk merasa seperti sampah yang dia pikirkan. Aku melihat sekilas ke jendela dan berkata pada diriku sendiri untuk melakukannya. Namun, aku ingin menunggu setelah pemakaman ibuku. Segera saja, aku membayangkan reaksi Jennifer ketika melihatku melompat.

Ketika aku menutup Excel beberapa jam kemudian, tepat sebelum makan siang, aku melihat shortcut baru di desktop. Ikon tersebut menggambarkan beberapa pohon berpixel. Bertuliskan The Forest. Aku pikir itu agak aneh karena muncul begitu saja. Biasanya, aku harus membawa komputer ke departemen IT untuk menginstal perangkat lunak baru. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan, aku mengklik file tersebut.

Sebuah program yang mengingatkanku pada perangkat lunak yang digunakan di tahun 90-an terbuka di depanku. Program itu tidak punya banyak konten. Ada jendela yang menampilkan apa yang tampak seperti video siaran langsung dari hutan. Aku bisa menggunakan mouse untuk melihat sekitar 360 derajat, tetapi selain itu tidak banyak yang bisa kulakukan. Kualitas videonya cukup rendah, tetapi itu tidak terlihat seperti animasi komputer. Namun, aku segera mendapat kesan bahwa itu pasti permainan komputer karena di bawah video ada bar yang memungkinkan kau bisa mengatur kecepatan waktu. Kau dapat melihat feed secara real time, yang ditetapkan sebagai default, atau menambah kecepatan waktu hingga seratus tahun per detik. Di bawah pengaturan kecepatan, hanya ada dua tombol. Import dan Eksport. Itu saja. Dalam menu, tidak ada banyak pilihan. Hanya About dan Quit. Aku mengeklik About. Hanya mengatakan: “Dibuat oleh Leif.”

Aku bermain-main dengan program itu dan menekan Import.

Anehnya, sebuah katalog dengan nama semua karyawan perusahaanku muncul. Kupikir program itu terhubung ke Outlook di mana katalog serupa dapat diakses. Ada bilah pencarian untuk memudahkan menemukan siapa yang kau cari. Aku mendongak dan melihat bosku lewat. Aku segera menutup program.

Aku pulang hari itu tanpa membuka programnya lagi, takut bosku akan memintaku kembali ke ruangannya lagi. Di rumah, aku tidak terlalu memikirkan The Forest. Aku punya banyak hal yang lebih mendesak di pikiranku, begitulah kira-kira. Aku akan mewarisi rumah ibuku, tetapi tidak banyak uang. Aku tahu tidak akan pernah bisa membayar sewa dan pengeluaran lainnya sendirian, dan aku tidak punya motivasi untuk melakukan semua itu. Memikirkannya, aku berbaring di sofa ruang tamu, memandangi lantai tempat aku menemukan ibuku menjadi seperti cangkang dirinya yang dulu. Mulai sekarang aku tidak hanya hancur secara mental tetapi juga secara fisik. Tak lama lagi aku akan kehilangan rumah dan, kemungkinan besar, berakhir di jalanan.

Aku tidak berencana melakukan itu. Aku tertidur dan melihat jendela kerjaku dalam mimpiku. Itu bukan mimpi buruk. Mimpi buruknya akan dimulai begitu aku bangun. Hari berikutnya aku datang bekerja satu jam lebih awal dari yang lain. Biasanya, aku menghindari datang sepagi itu tetapi sekarang aku benar-benar tak ingin menghabiskan terlalu banyak waktu di rumah. Melihat shortcut The Forest di desktopku membuat aku penasaran lagi. Aku membukanya. Semuanya tampak sama, kecuali sekarang di hutan sedang malam. Bulannya—lebih oranye dari bulan kita—bersinar kuning pada daun-daun pohon. Aku meningkatkan kecepatan waktu menjadi beberapa menit per detik. Tidak ada yang berubah, tetapi aku segera menyadari awan yang lewat di depan bulan bergerak lebih cepat dari sebelumnya. Pintar, pikirku tanpa emosi. Setelah itu, aku mencoba menekan tombol Eksport. Jenis jendela yang sama terbuka seperti ketika aku menekan Import tetapi tanpa nama di dalamnya. Aku pergi ke jendela Import, melihat daftar nama, dan merenungkan untuk apa semua ini. Akhirnya, aku memutuskan untuk menghibur diri sendiri dan mencari Jennifer. Aku memilih namanya dan menekan Import. Kotak dialog muncul. “Apakah kau yakin ingin mengimpor Jennifer Norman ke The Forest?” Aku menekan Ya.

Nama Jennifer menghilang dari daftar. Aku terkekeh pada diriku sendiri, meskipun aku tidak bisa mengumpulkan kegembiraan yang sebenarnya, berpikir bahwa program ini pasti lelucon di departemen IT. Aku pergi ke jendela Eksport lagi. Seperti yang kuharapkan, nama Jennifer bisa dilihat di sana sekarang. Tiba-tiba, bosku memasuki kantor bersama dengan salah satu rekan kami. Aku segera mematikan The Forest, membuka Excel dan pura-pura bekerja.

Semakin banyak kolegaku tiba, tetapi tidak Jennifer. Pertama kupikir dia terlambat, yang tidak biasa baginya, dan ketika dia belum muncul sebelum makan siang aku berasumsi dia sakit. Aku makan burger untuk makan siang di kios pinggir jalan. Mereka tidak menyajikan makanan terbaik, jauh dari itu, tetapi itu adalah satu-satunya tempat di mana tidak seorang pun dari tempat kerjaku makan. In the Year 2525 dimainkan dari langit-langit. Aku duduk di sana, makan burgerku dan minum soda, sementara aku mendengarkan lagunya dan berpikir untuk melompat keluar jendela. Kupikir aku akan melakukannya pada akhir pekan, mungkin pada hari Jumat, satu hari setelah pemakaman.

Kembali bekerja bosku datang ke departemen HR dan bertanya apakah ada yang melihat Jennifer. Rupanya, dia sama sekali tidak izin sakit. Tidak sampai otakku mengingat tempat yang mustahil itu. Apakah ini ada hubungannya dengan apa yang kulakukan dalam program ini? Jelas tidak, tetapi hanya berjaga-jaga—dalam kehati-hatian takhayul—aku membuka The Forest dan mengekspor Jennifer. “Apakah kau yakin ingin mengekspor Jennifer Norman dari The Forest?”

Ya. Dia menghilang dari daftar dan muncul di antara nama-nama di jendela Import lagi.

Satu jam kemudian, Jennifer masuk ke kantor. Kupikir dia baru saja terlambat, hanya saja tidak biasanya. Ketika dia semakin dekat, ada yang aneh dengannya. Salah satu kolegaku, seorang temannya, bangkit dan berlari ke arahnya.

“Jennifer!” Serunya. “Apa yang terjadi denganmu?!”

Aku mendongak untuk melihat interaksinya.

“Aku-aku tidak tahu, Bella, aku ketiduran—baru saja bangun—dan ... dan aku tiba di sini secepat mungkin tetapi kupikir aku tidak baik-baik saja. Kupikir aku harus berbicara dengan bos tentang ... “

“Kenapa wajahmu?!” Bella melanjutkan tanpa mendengarkan. “Apakah ini nyata? Dan pakaianmu, apa kau bercermin hari ini? Ya Tuhan.”

Aku melihat wajah Jennifer. Wajahnya dilintasi oleh bekas luka yang cukup kasar. Pakaiannya tampak tua dan sobek, hampir seolah-olah dia sudah memakainya selamanya.

“Apa maksudmu?” kata Jennifer dan mengangkat tangan ke wajahnya. “Apa?!” Dia berlari ke kamar mandi, mungkin untuk melihat dirinya di cermin, dan beberapa detik kemudian dia menjerit dan berlari keluar sambil menangis. Semua orang berdiri, bahkan aku, dan melihatnya meninggalkan kantor dengan kepanikan.

Pada saat itu aku sadar ... waktunya. Waktunya diseting beberapa jam per detik di The Forest. Aku melakukan beberapa perhitungan cepat di kepalaku. Jika ini ada hubungannya dengan aku mengimpornya, berarti dia sudah berada di dalam hutan selama lebih dari tiga tahun. Sementara aku duduk dan makan burgerku di kios jalan, mendengarkan In the Year 2525 dia telah menghabiskan bertahun-tahun di dalamnya ... Tapi itu tidak mungkin nyata. Itu konyol.

Jennifer tidak kembali ke kantor pada hari berikutnya. Suaminya, aku segera tahu dari gosip yang tak terhindarkan, telah menghubungi dan berkata dia tidak akan bisa kembali bekerja untuk sementara waktu.

Aku tiba di kantor lebih awal lagi hari ini. Aku membuka The Forest. Masih diatur ke beberapa jam per detik. Aku menariknya kembali ke waktu normal. Beberapa burung, lebih besar dari burung mana pun yang pernah kulihat, terbang dalam formasi di langit. Aku mempercepat waktu lagi, kali ini menjadi beberapa hari per detik. Burung-burung dengan cepat menghilang dari langit dan bulan menggantikan matahari dan sebaliknya secara berturut-turut. Pohon-pohon bergerak seperti dalam video yang dipercepat. Ini tak mungkin hutan nyata, pikirku, tidak mungkin. Sekali lagi, aku memperlambat waktu menjadi normal.

Thomas, seorang pria dari departemen ekonomi yang selalu membuat lelucon konyol tentang pengeluaranku, datang ke kantor. Aku memandangnya ketika dia berjalan menuju ruang kantornya dengan tas kulit di tangan dan arloji mahal di pergelangan. Dia melihatku. Aku mengangguk, tetapi dia mengabaikanku.

Aku tidak bisa melihat ruang kantornya dari tempatku duduk, tapi begitu dia lewat, aku mendengar dia meletakkan tasnya di atas meja dan membukanya. Aku memastikan waktu telah diatur ke default dan menekan Import. “Thomas Wachtmeister”, aku mengetik di bilah pencarian kemudian mengimpornya. “Apakah Anda yakin ingin mengimpor Thomas Wachtmeister ke The Forest?” Begitu namanya menghilang dari daftar, aku dengan hati-hati berjalan di sudut. Tas kerjanya tergeletak di atas mejanya, tetapi dia tidak terlihat. Aku kembali ke komputerku. Aku melihat siaran video di hutan. Sedang tengah hari di sana. Perlahan-lahan aku menggerakkan kamera 360 derajat untuk mencari tahu apakah dapat melihat Thomas di suatu tempat. Itu membuatku merasa seperti orang bodoh, mengingat betapa mustahilnya itu. Aku tidak melihatnya di mana pun, tapi aku melihat beberapa binatang aneh—dua jerapah kebiruan—berjalan melewatinya. Resolusi rendah membuatnya hampir mustahil untuk tahu apakah mereka nyata atau animasi, tetapi mengingat bahwa mereka adalah jerapah biru aku hanya harus menganggapnya yang terakhir. Thomas mungkin cuma pergi ke kamar mandi. Meskipun demikian, aku memastikan untuk mengekspornya. Begitu aku melakukan itu, aku mendengar sesuatu dari ruang kantornya. Aku menyelinap ke sana untuk melihatnya.

Thomas berdiri, tampak bingung. Rambutnya yang biasanya disisir-air berantakan, seolah dia baru saja bangun.

“Hei, Thomas,” kataku.

Dia menatapku, terkejut dirinya tidak sendirian.

“K-Kukira aku pingsan,” katanya, sedikit tersipu.

“Apa maksudmu?” tanyaku. “Apa kau baik-baik saja?”

“Yah ... aku baru saja mau menyalakan komputerku ketika tiba-tiba terbaring di lantai.”

“Benarkah?” Aku melihat ke bawah, mencoba mencari sesuatu untuk dikatakan. “Apa kau ingat sesuatu beberapa menit sebelumnya?”

Dia melihat arlojinya.

“Uh ... Tidak, aku tak sadarkan diri!”

Aku minta diri, mengatakan kepadanya bahwa mungkin tidak ada yang perlu dikhawatirkan, dan kembali ke komputerku. Aku merasa sedikit bersemangat, meskipun aku masih tidak berani untuk percaya.

Rekan-rekanku mulai mampir dan aku tidak bisa membuka The Forest lagi selama sisa hari itu tanpa ada yang melihatnya. Siang hari, ada beberapa pembicaraan lagi tentang Jennifer. Sebagian besar dari yang aku dengar tampaknya hanya rumor. Tidak ada yang berbicara kepadaku tentang hal itu, tentu saja, tetapi sulit untuk tidak mendengar bisikan di sekitarku. Salah satu teman terdekat Jennifer di kantor mengatakan bahwa dia telah menghubunginya dan sulit untuk memahaminya. Dia terobsesi dengan semacam mimpi buruk yang mendatanginya begitu dia tertidur. Sesuatu tentang diburu monster jauh di dalam hutan. Semuanya mulai terlalu aneh untuk disebut kebetulan. Apa aku penyebab kondisi Jennifer? Itu membuatku merasa aneh. Di satu sisi, aku tidak pernah membayangkan diriku melakukan sesuatu untuk menyakiti siapa pun—aku tidak pernah menjadi pria yang kejam—tetapi di sisi lain, berpikir bahwa salah satu penyiksaku terpaksa menghabiskan tiga tahun sendirian di dalam hutan raksasa memberiku semacam kepuasan.

Aku tidak berani mengimpor orang lain pada hari berikutnya. Aku terus memikirkan bunuh diriku, tetapi lebih sering pikiran itu terganggu oleh pikiranku soal The Forest. Aku menghabiskan dua hari mengamatinya, bermain dengan kecepatan waktu. Aku meningkatkannya secara maksimal dan melihat musim berkedip-kedip. Pohon-pohon tumbuh, mati dan digantikan oleh pohon-pohon baru. Pada satu titik, ada kilatan cahaya dan semua pohon tiba-tiba hilang. Aku memperlambat kecepatan. Tampaknya ada kebakaran hebat. Aku mempercepat waktu lagi dan setelah mungkin satu menit pohon-pohon tumbuh lagi, segera, seolah-olah tidak ada yang terjadi sama sekali. Hewan-hewan itu tidak segera kembali, tetapi pada akhirnya, mereka kembali juga.

Sebagian besar makhluk yang kulihat lebih mengingatkanku pada monster daripada binatang. Aku melihat kelabang putih besar dengan ratusan mata merah, aku melihat semacam siput—atau gumpalan—melahap makhluk yang mengingatkanku pada belalang ranting besar. Pada satu titik, salah satu jerapah biru datang cukup dekat ke kamera sehingga aku bisa melihatnya tidak memiliki kepala, hanya mulut yang secara acak ditempatkan di lehernya yang kesemuanya dipenuhi gigi-gigi ganas. Duduk di tempat yang aman di kantorku menyaksikan makhluk-makhluk mengerikan ini saling berburu di layar memberiku perasaan nyaman yang aneh, seperti berada di dalam rumah saat badai berlangsung. Dan ada banyak badai di dalam hutan. Kadang-kadang mereka mengamuk selama bertahun-tahun dan aku harus mempercepat waktu untuk melihat akhirnya. Saat memutar kamera ke atas selama badai itu, aku bisa melihat nuansa ungu di dalam awan tebal. Semua itu membuatku terpesona sedemikian rupa sehingga aku tidak banyak memikirkan jendela, tapi aku masih tahu bahwa hidupku sudah berakhir dan bahwa aku tidak punya pilihan.

Selama Kamis—kemarin—aku terus mengamati hutan itu. Sekali lagi, aku menekan About. “Dibuat oleh Leif.” Siapa dia? Aku menghabiskan sebagian besar hariku berusaha mencari tahu. Aku membuka emailnya lagi, menyalin alamat emailnya, dan mencoba menemukannya di daftar karyawan. Namun, dia tidak muncul. Meskipun dia memiliki salah satu alamat email perusahaan, tampaknya dia tidak terdaftar sebagai karyawan. Aku memeriksa dokumen beberapa tahun yang lalu, tetapi tidak berhasil. Nama Leif tidak pernah muncul. Kupikir dia mungkin mengundurkan diri, tetapi seharusnya dia masih terlihat dalam beberapa catatan yang kuperiksa. Akhirnya, aku menyerah mencarinya dan pulang tanpa melakukan pekerjaan yang berarti sama sekali hari itu.

Hari ini, aku seharusnya menghadiri pemakaman ibuku. Ini akan menjadi hari yang penting bagiku, hari yang bisa memberiku semacam penutupan. Namun, bosku tak mau memberiku hari libur. Dia bilang aku tidak mengajukan permintaan cuti tepat waktu, mungkin dia benar tapi, maksudku ... itu adalah pemakaman ibuku, untukku menangis dengan keras. Tentu saja, aku berencana untuk izin sakit, tapi sesuatu dalam diriku sudah patah ketika dia menolak. Aku tidak tahan lagi. Ini harus dihentikan. Bosku, kolegaku dan perusahaan ini adalah kanker tidak hanya bagi hidupku tapi juga bagi masyarakat. Semua kebencian yang kubangun selama bertahun-tahun tiba-tiba muncul dengan cara yang kupikir tak mungkin. Sebelum hari ini aku tidak tahu bagaimana rasanya menjadi salah satu dari orang-orang yang pada suatu hari datang ke kantor dengan senapan mesin, tapi kini aku tahu. Tentu saja, aku tidak memiliki senapan mesin, aku memiliki sesuatu yang lain: The Forest.

Aku tiba lebih awal di kantor. Aku tahu sebagian besar rekan kerjaku masih tidur. Hari ini, mereka akan bangun di lingkungan baru. Entah kenapa, bosku ada di kantornya. Dia tidak bisa melihatku dari tempatnya, tapi aku bisa mendengarnya sedang menelepon. Tampaknya panggilan penting dan mungkin itulah alasan dia datang kerja sepagi ini.

Aku membuka The Forest. Badai mengguyurkan hujan ungu di atas pepohonan. Selama beberapa detik, aku ragu. Rencanaku sederhana. Aku akan mengimpor orang yang kubenci—yang hampir semua orang—ke dalam mimpi buruk di layarku kemudian aku akan membuka jendela dan mengakhiri hidupku sendiri, tahu bahwa semua orang tercela dalam hidupku akan dimangsa oleh monster satu per satu. Di satu sisi, itu peristiwa simbolis melakukannya pada hari pemakaman ibuku. Keraguanku tidak bertahan lama. Aku menekan Import dan mengetikkan nama bosku di bilah pencarian. Program bertanya apakah aku yakin. Aku mendengarkan suaranya ketika dia berbicara ke telepon, dan mengeklik Ya.

“Ya, aku tahu soal resesi tetapi kita masih harus ...”

Dia tiba-tiba diam. Itu membuatku merinding. Aku berjalan ke kantornya. Teleponnya tergeletak di meja. Aku bisa mendengar seorang pria di ujung sana. “Halo? Kemana kau?” Aku menutup telepon dan kembali ke mejaku sendiri. Aku melihat-lihat di hutan, tetapi tidak melihat bosku di mana pun. Setelah itu, aku mulai mengimpor kolegaku yang lain, termasuk Jennifer. Itu memberiku sejenis kenikmatan yang kukira akan dirasakan semua orang saat berhasil membalas musuh mereka. Karena aku akan bunuh diri, aku tidak benar-benar mempertimbangkan konsekuensi tindakanku. Aku membiarkan dorongan hati destruktifku membimbingku sepenuhnya. Setelah aku mengimpor seluruh departemen HR, aku tidak bisa menahan diri. Aku terus mengimpor orang di perusahaan. Bajingan kau, bajingan kau, bajingan kau, kataku dalam hati sementara aku mengimpor orang yang bahkan tidak kukenal. Mereka bekerja di perusahaan sudah jadi alasan yang cukup bagiku. Kebencianku telah memakanku pada saat itu. Setelah beberapa saat, orang-orang mulai muncul di layar. Jennifer sedang berjalan di depan kamera. Dia melangkah ke sana dan meneriakkan sesuatu, tapi karena tidak ada suara aku tak tahu apa yang dia katakan. Kemudian sesuatu turun dari langit dan menangkapnya. Dia jatuh beberapa meter jauhnya, tampaknya masih hidup. Setelah itu, aku melihat tiga lelaki - masih mengenakan piyama—berlari melewati kamera, diburu oleh sesuatu yang tampak seperti laba-laba, tapi makhluk itu hanya delapan kaki yang keluar dari punggung mayat salah satu jerapah biru.

Aku tidak tahu sebabnya—mungkin keparahan situasinya menjadi lebih jelas sekarang, ketika aku benar-benar bisa melihat orang-orang di hutan—tapi aku mulai menangis. Itu adalah tangisan bercampur dengan begitu banyak emosi yang berbeda, tetapi sebagian besar adalah kesedihan dan kebencian. Tapi aku terus mengimpor orang. Setelah beberapa saat, aku menyadari bahwa aku dapat memilih lebih dari satu orang sekaligus. Aku memilih jumlah acak dari ribuan karyawan dalam daftar. “Anda yakin mau mengimpor 167 subjek ke The Forest?” Sialan, ya! Aku merasa kosong setelah mengeklik ya, seperti tidak ada yang berarti bagiku lagi. Sepotong terakhir kemanusiaanku akhirnya hilang. Dengan hati dingin—memperhatikan rekan-rekanku yang bingung mencari keselamatan dari badai di hutan—aku meningkatkan kecepatan waktu menjadi beberapa hari per detik. Terlalu cepat bagiku untuk melihat siapa pun. Tiba-tiba, sebuah kotak dialog muncul.

“James O. Nilsson akan segera berakhir. Apakah Anda ingin mengekspornya?”

Aku menekan Tidak. Sekarang aku tahu telah membunuh orang. Ini terjadi beberapa kali lagi sampai aku mengaturnya pada kecepatan maksimal. Segera muncul kotak dialog baru. “210 subjek akan segera berakhir. Apakah Anda ingin mengekspornya?”

Sekali lagi, aku menekan Tidak. Aku pergi ke daftar Eksport dan melihatnya kosong. Aku mempertimbangkan untuk mengimpor lebih banyak orang, tetapi memutuskan bahwa perbuatanku sudah selesai sekarang. Hanya ada satu hal tersisa untuk kulakukan. Aku melihat ke jendela. Keputusanku untuk melompat tidak ada hubungannya dengan apa yang kulakukan. Itu bukan pelarian dari polisi atau semacamnya. Aku tahu tidak ada yang bisa tahu ke mana perginya semua orang itu. Aku tidak akan pernah tertangkap. Bunuh diriku seharusnya menjadi akhir dari penderitaanku dan itulah sebabnya aku masih berencana untuk melewatinya. Dan sekaranglah waktunya. Sebelum aku berjalan ke jendela yang sudah lama aku impikan untuk melompat keluar, aku menyeret kecepatan dalam program kembali ke normal.

Itu adalah hari yang cerah di hutan. Yang mengejutkanku, aku bisa melihat aliran asap datang dari tanah beberapa ratus meter jauhnya. Aku tidak tahu sumbernya, tapi setelah beberapa menit, aku menyadari bahwa orang-oranglah yang duduk di sekeliling api unggun. Kemudian, salah satu dari mereka berjalan ke kamera. Itu seorang pria. Dia mengenakan kulit binatang dan membawa tombak. Seorang wanita berjalan di sebelahnya. Mereka seperti orang prasejarah. Mereka berlutut di depan kamera dan meletakkan sesuatu yang tampak seperti sepotong daging di tanah di depannya. Apakah itu persembahan? Pikiran pertamaku adalah bahwa orang-orang ini selalu tinggal di The Forest, tetapi kemudian aku sadar bahwa mereka pasti keturunan dari orang-orang yang aku impor. Entah bagaimana mereka akhirnya bertahan cukup lama untuk memiliki anak.

Aku memutuskan untuk menunda bunuh diriku sehingga bisa mengawasi orang-orang ini. Mereka tidak melakukan lebih banyak lagi. Setelah mereka meletakkan daging, mereka berjalan kembali ke kemah mereka kemudian menghilang. Jadi aku mempercepat waktu lagi, beberapa tahun per detik. Setelah sekitar lima puluh tahun aku melambatkannya lagi. Kali ini ada semacam altar di sekitar kamera—dibuat dari batu dan bunga—dan aku bisa melihat lebih banyak api unggun terbakar di kejauhan. Aku terpesona oleh kenyataan bahwa orang-orang ini hidup sangat primitif mengingat leluhur mereka adalah orang-orang modern. Aku kemudian menyadari bahwa setiap orang yang aku impor ke Hutan adalah pekerja kantor. Pengetahuan mereka tentang Excel tak akan begitu berguna di alam liar. Dengan rasa ingin tahu yang membara, aku mempercepat waktu sekali lagi. Kali ini aku membiarkan beberapa ratus tahun berlalu. Ketika aku mengembalikan kecepatan ke default, hal pertama yang kuperhatikan adalah bahwa altar telah diubah. Kali ini lebih mirip sebuah struktur. Batu ditempatkan satu sama lain, tetapi masih dengan cara primitif.

Orang-orang tampak sama, masih mengenakan kulit binatang dan memegang tombak. Namun kali ini aku memperhatikan seorang wanita membawa sesuatu yang tampak seperti busur dan anak panah. Mereka masih berada di zaman batu. Jadi aku mempercepat waktu lagi dan kali ini aku membiarkan kira-kira tiga ribu tahun berlalu sebelum mengembalikan pengaturan menjadi normal kembali. Ini hanya butuh setengah menit dengan pengaturan kecepatan maksimum.

Yang mengejutkanku, penduduk masih belum melampaui zaman batu. Altar sedikit lebih maju. Sekarang menyerupai Stonehenge. Sedikit kecewa dengan perkembangan lambat mereka, sebuah ide terbentuk di kepalaku. Didorong oleh rasa ingin tahu lebih daripada kebencian, aku menekan Import lagi. Aku tahu akan mengubah hidup seseorang dengan tindakanku, dan melakukannya tanpa persetujuan mereka, tapi entah bagaimana itu tidak terasa seperti masalah besar lagi. Kukira aku sudah terbiasa dengannya sekarang. Aku mencari orang-orang terpintar yang kukenal di antara karyawan. Hanya tiga dari mereka (menyedihkan, aku tahu): Seorang dokter yang telah mengubah karirnya di usia paruh baya, seorang insinyur yang telah bekerja pada beberapa proyek perusahaan yang lebih eksperimental seperti pengembangan sumber energi, dan seorang pembersih yang pernah bekerja sebagai dokter gigi di negara asalnya. Aku mengimpornya dan mempercepat waktu selama beberapa menit, membiarkan setengah abad berlalu di hutan sementara aku hampir tidak punya waktu untuk menggaruk kepala.

Kali ini, banyak hal berubah secara dramatis. Orang-orang tampaknya tidak hidup secara nomaden lagi, tetapi di desa. Setidaknya, ada sebuah desa yang dibangun di sekitar kamera jadi aku berasumsi pasti ada lebih banyak lagi. Akhirnya, sepertinya ada penduduk yang telah menjadi petani. Mereka menggunakan gerobak dengan roda dan aku bahkan melihat mereka mengendarai jerapah biru seperti kuda. Rasa berdosa kecil yang kurasakan ketika mengimpor tiga orang yang lebih berpengetahuan dengan cepat menghilang ketika aku melihat apa yang telah mereka kontribusikan selama mereka tinggal di dalam The Forest. Aku menghabiskan sekitar satu jam mengawasi orang-orang di desa sampai aku mempercepat waktu lagi. Aku menghabiskan waktuku sebanyak mungkin karena tahu kolegaku tak akan datang untuk bekerja hari ini.

Ketika aku mengatur kecepatan kembali normal, orang-orang tinggal di tempat yang bisa dianggap sebagai kota. Itu masih terlihat seperti desa, tetapi lebih besar dan memiliki benda yang terbuat dari logam di dalamnya, seperti senjata dan peralatan. Mungkin ini adalah zaman perunggu? Sekitar dua puluh orang, mengenakan jubah putih, sedang berdoa di sekitar kamera. Mereka mengingatkanku pada campuran Hindu dan Muslim.

Pengabdian mereka yang religius pada kamera membuatku merasa penting dengan cara yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Lagipula, orang-orang ini tidak akan dilahirkan tanpa aku. Di satu sisi, aku benar-benar tuhan mereka. Dan sebagian dari diriku merasa seperti itu. Aku mempercepat waktu dan sekali lagi kuperhatikan bahwa tidak banyak yang terjadi. Perkembangannya lambat.

Pada suatu waktu, kamera terjebak dalam satu set tembok. Aku tidak bisa melihat apa-apa, tetapi—karena aku menonton The Forest dengan kecepatan satu tahun per detik—dindingnya dengan cepat menghilang. Kenapa ada dinding di sana? Apa ada semacam perubahan dalam agama mereka? Rumah-rumah naik dan turun, badai datang dan pergi. Setelah beberapa saat, aku menyaksikan perang pertama. Aku memperlambat waktu, tetapi perang berlalu begitu cepat sehingga itu berakhir sebelum aku bisa melihatnya secara real time. Kota itu terbakar dan orang-orang—wanita dan anak-anak—terbaring mati di tanah sementara orang-orang dengan cat di wajah mereka berjalan dengan tombak yang lebih panjang daripada yang pernah kulihat sebelumnya. Jerapah biru dengan pelana kosong berpesta di atas mayat dengan leher panjang yang menakutkan.

Aku memutuskan untuk meningkatkan kecepatan waktu menjadi seratus tahun per detik lagi. Tidak mungkin melihat tindakan individu apa pun, tapi kota itu tumbuh, lalu kota itu tampak dihancurkan selama sepersekian detik kemudian muncul kembali bahkan lebih besar dari sebelumnya. Ini diulangi beberapa kali dan setelah sekitar satu menit bagiku—enam ribu tahun di The Forest—aku memperlambat kecepatan waktu lagi. Kota itu adalah kota kuno sekarang, tampak seperti apa yang kubayangkan sebagai Athena pada masanya. Aku menyadari ada bendera peradaban ini. Hitam dengan menara emas di tengah. Mungkin itu menggambarkan kamera, pikirku. Lagipula, aku belum pernah melihat kamera dan tidak tahu seperti apa tampilannya. Ketika aku membiarkan waktu dipercepat lagi, kota itu hancur dan dibangun kembali beberapa kali juga.

“Di mana semua orang?”

Itu petugas kebersihan, seorang pria yang selalu “bercanda” tentang berat badanku.

“Um,” kataku, terkejut. “Aku tidak tahu.”

Aku menyingkirkan The Forest.

“Hei, apa itu tadi?” katanya. “Itu game?”

“B-Bukan ...”

“Ayolah, biarkan aku melihatnya.”

Dengan gugup aku mengangkat program itu ke layar lagi.

“The Forest?”

“Uh, ya, baru saja muncul di komputerku,” kataku.

Aku panik dan tidak tahu harus berkata apa selain kebenaran.

“Jadi apa yang kau lakukan? Apa itu seperti Age of Empires atau semacamnya?”

“Ya,” kataku ragu-ragu, “tidak, tidak juga. Aku tidak tahu apa itu.” Aku merasakan setetes keringat mengalir di pipiku.

“Kau tak seharusnya bermain game di tempat kerja, kau tahu? Itu sebabnya kau sangat gemuk, kau harus berhenti seharian memainkan semua game komputer ini dan pergi ke gym, bung!”

Dia tertawa.

“Ini tidak benar-benar game,” kataku, mengabaikan hinaannya. “Lihat, hanya ada dua opsi. Import dan Eksport. Dan hei, lihat, jika aku menekan Import, aku mendapatkan daftar semua orang yang bekerja di sini.”

Aku membuka daftar.

“Sungguh?” katanya. “Aneh.”

“Ya, semua orang ada dalam daftar. Lihat.” Aku mengetikkan namanya. “Ini kau. Kau ada dalam daftar.”

“Jadi, apa yang terjadi jika kau menekan Import?”

“A-aku tidak tahu. Mari kita coba.”

Aku memilih namanya dan menekan Impor. Kotak dialog yang biasa muncul: “Apakah Anda yakin Anda ingin mengimpor Ignacio Gonzalez ke The Forest?”

Ignacio tertawa. “Ini omong kosong yang aneh, bung, aku ...”

Aku mengklik Ya. Aku tidak pernah melihatnya menghilang. Meskipun dia berdiri tepat di sampingku, aku tidak melihatnya menghilang. Dia hilang begitu saja. Hampir seolah dia tak pernah ada di sana.

Aku segera mempercepat waktu lagi.

“Ignacio Gonzalez akan segera berakhir, apakah Anda ingin mengekspornya?”

Tanpa sadar aku mengklik tidak dan membiarkan waktu berlalu di The Forest dengan kecepatan penuh. Mengingat apa yang aku ketahui tentang sejarah di Bumi, aku berasumsi bahwa peradaban di dalam The Forest akan segera meniru peradabanku sendiri. Semenit kemudian, aku melihat bahwa diriku benar. Kota telah berubah dari kuno ke modern hanya dalam enam puluh detik. Namun, aku tidak melihat gedung pencakar langit atau apa pun. Kamera ada di dalam apa yang tampak seperti fasilitas militer besar.

Orang-orang yang tampak seperti ilmuwan berjalan di sekitarnya melakukan berbagai jenis pengukuran. Selama beberapa menit, aku menyaksikan mereka bekerja. Di salah satu dinding, ada peta dunia besar. Itu tidak menggambarkan benua mana pun di Bumi. Aku dapat melihat perbatasan dan titik-titik yang menandai berbagai kota. Secara agak primitif, aku merasa sedikit tersinggung karena orang-orang telah berhenti menyembah kamera.

Para ilmuwan bekerja dengan cermat, tetapi meskipun itu membuatku terpesona, mereka tidak terlalu menyenangkan untuk ditonton. Jadi aku mempercepat waktu lagi, kali ini satu tahun per detik. Semuanya mulai bergerak cepat di depan kamera. Tiba-tiba—dalam kilatan cahaya—fasilitas militer hilang dan memperlihatkan sebuah kota yang hancur total.

Aku memperlambat waktu. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi kelihatannya kota itu telah dibom. Aku bisa melihat kerangka gedung pencakar langit di kejauhan dan ada puing-puing berasap di mana-mana. Kemudian, aku melihat cahaya terang di kejauhan diikuti oleh awan jamur yang naik ke langit.

Kesedihan menyelimutiku. Selama rentang waktu beberapa jam, aku tidak sengaja menciptakan peradaban, melihatnya tumbuh dan kemudian menghancurkan dirinya sendiri. Aku tidak bisa melihat tanda-tanda kehidupan. Aku mengatur kecepatan maksimum. Hanya butuh sedetik untuk semuanya berubah menjadi hijau. Hutan sudah kembali, murni seperti ketika semua bermula. Sekarang, pikirku, sudah waktunya untuk mengakhiri hidupku sendiri. Bukan sebagai orang yang gagal, tetapi sebagai tuhan yang gagal.

Aku meninggalkan The Forest berjalan di komputerku dan berjalan menuju jendela. Langkahku terasa berat. Ketika aku membuka jendela, membiarkan udara musim panas masuk, aku menyadari bahwa aku melupakan ponselku di meja. Aku tidak ingin ada orang membukanya setelah aku mati, jadi aku kembali untuk mengambilnya.

Sesuatu telah berubah di layar. Entah bagaimana, umat manusia selamat di The Forest. Butuh ribuan tahun bagi mereka untuk membangunnya kembali—seolah mereka harus memulai lagi dari awal lagi—namun kota itu kembali. Ketika aku memperlambat waktu—membiarkan beberapa ratus tahun berlalu di hutan—aku perhatikan bahwa kota itu lebih besar dari sebelumnya. Gedung-gedung pencakar langit menjangkau lebih jauh ke langit dan, yang membuatku takjub, aku bisa melihat ribuan kendaraan terbang di udara. Aku menggunakan kamera untuk melihat sekeliling dan ketika aku melihat ke atas ke arah langit aku bisa melihat cahaya di permukaan bulan jingga. Orang-orang tinggal di sana sekarang. Ketika aku menyaksikan dunia ini, sekarang benar-benar berubah dari hutan belantara yang mengerikan menjadi apa yang tampak seperti surga teknologi yang jauh melampaui apa pun di Bumi, aku menangis air mata kebahagiaan yang belum pernah kurasakan di sepanjang hidupku.

Aku melihat ke jendela di kantorku dan ke kota primitif membosankan yang membentang ke cakrawala di seberangnya, lalu ke kota yang berkilauan di layar komputerku. Aku memikirkan ibuku tercinta. Dia ingin aku hidup.

Ini sebelum aku mulai menulis ini, kata-kata terakhirku di Bumi. Aku baru saja mengeklik Import.

“Apakah Anda yakin ingin mengimpor Sam Wilkinson ke The Forest?”

Sebelum aku menekan ya aku hanya ingin mengatakan satu hal lagi: Jika kau pernah mendapatkan email dari seorang pria bernama Leif dengan sebuah login ke The Forest. Sampaikan terima kasih dariku.


Comments

  1. Udah sulit yang dari Reddit ya gan

    ReplyDelete
    Replies
    1. sebenarnya enggak juga sih. sebagian besar penulis nggak keberatan ceritanya diterjemahin. cuma kalo nemu cerita lama yg penulisnya udah jarang aktif jadi agak sulit kalo mau minta izin.

      Delete
  2. semangat om, saya tunggu cerita - cerita selanjutnyaa

    ReplyDelete

Post a Comment

Tinggalkan komentar

Terpopuler sepekan

Pengalaman diculik jin

Aku anggota tim SAR kehutanan AS, aku punya kisah untuk diceritakan [Part 2]

Aku anggota tim SAR kehutanan AS, aku punya kisah untuk diceritakan [Part 1]

Cerita Seram Api Unggun

Nyasar ke Dunia Gaib Bareng Abang Ojol - [Repost Twitter]

Peristiwa Ganjil di Patahan Amigara

7 Hari Tersesat di Gunung Merapi Sumatera Barat [Repost Kaskus]