Skip to main content

Pintu

by ...
Kredit untuk aCJohnson
source: Creepypasta.com

Aku diadopsi. Aku tak pernah tahu ibu kandungku; aku pernah mengenalnya pada suatu waktu tetapi aku pergi meninggalkan sisinya ketika masih terlalu kecil untuk dapat mengingat. Aku mencintai keluarga angkatku. Mereka sangat baik padaku. Aku makan dengan baik, aku tinggal di rumah yang hangat dan nyaman, dan aku bisa begadang hingga malam.

Izinkan aku memperkenalkan singkat keluargaku padamu: Pertama, ada ibuku. Aku tak pernah memanggilnya Ibu atau semacamnya; aku hanya memanggilnya dengan nama depannya. Janice. Dia sama sekali tidak keberatan. Aku sudah lama memanggilnya begitu, kukira dia tidak menyadarinya. Bagaimanapun, dia adalah wanita yang sangat baik. Kupikir dia adalah orang pertama yang merekomendasikan untuk mengadopsiku. Kadang-kadang aku akan membenturkan kepalaku padanya saat menonton televisi dan dia akan menggelitik punggungku dengan kukunya. Dia adalah salah satu ibu dalam film-film Hollywood.

Kedua, ada Ayah. Nama aslinya adalah Richard, sayangnya dia tidak pernah benar-benar menyukaiku, jadi aku mulai menyebutnya sebagai Ayah dalam upaya putus asa-ku untuk mendapatkan perhatiannya. Itu tidak berhasil. Kupikir tidak peduli bagaimanapun aku memanggilnya, dia tak akan pernah menyayangiku seperti anaknya sendiri. Itu bisa dimengerti sehingga aku tidak mempersoalkannya. Perilaku paling menonjol Ayah adalah keteguhannya yang tak tergoyahkam. Dia tidak takut membentak anak-anaknya ketika mereka melakukan kesalahan. Aku tahu itu sebelum aku bisa menggunakan toilet dengan benar. Dia tidak ragu untuk memukulku. Yah, aku jadi patuh karena metodenya.

Terakhir, adalah saudara perempuanku. Emily kecil benar-benar masih kecil ketika aku diadopsi, jadi usia kami hampir sama, tetapi dia sedikit lebih tua. Tapi aku suka menganggapnya sebagai adik perempuanku. Kami lebih akrab dibandingkan saudara kandung mana pun. Kami akan selalu begadang bersama dan hanya mengobrol. Yah, dia banyak bicara; aku kebanyakan hanya mendengarkan karena aku menyayanginya. Itu adalah perjanjian hebat yang kami miliki! Kami kekurangan kamar tidur, jadi—karena aku tidak ingin tidur di ruang tamu sendirian ketika aku masih kecil—aku memiliki alas yang disiapkan untukku di samping tempat tidurnya di lantai. Di sinilah aku tidur sejak saat itu. Tapi aku menikmatinya karena aku senang bersamanya dan aku selalu merasa ingin melindungi adik kecilku.

Semuanya berubah pada Rabu malam yang mengerikan. Aku di rumah tidur siang ketika Emily kecil membuka pintu depan. Suara bukaan pintu menarikku menuju kesadaran dan aku berjalan dari kamar menuju lorong ke ruang tamu. Saat itulah aku pertama kali ingat itu hari Rabu. Aku tak pernah bisa mengingat hari. Sebenarnya aku bisa mengatakan: perkiraanku soal waktu adalah PAYAH! Namun demikian, aku tahu itu hari Rabu karena Emily baru saja pulang dari pertemuan kelompok pemuda Gereja. Dia berjalan di pintu depan dan memelukku, lalu diikuti oleh Ayah dan Janice.

“Tidur siangmu nyenyak?” Kata Janice menggoda sambil mengacak-acak rambutku. Aku hanya menggelengkan kepalaku dan mendengus dengan cara yang dengan jelas menyatakan bahwa aku balas menggodanya.

“Jangan mendengus ibumu seperti itu!” kata ayahku kasar dengan berkuasa. Dia menutup pintu di belakangnya dan menggantung mantelnya.

“Aku cuma bercanda ...,” geramku pelan. Dia pasti tidak mendengarkanku karena aku tidak merasakan dia memukulku. Emily kemudian pergi ke kamar kami dan aku mengikuti. Dia mulai bercerita tentang harinya. Kau tahu ... hal-hal biasa soal gadis remaja. Tapi aku mendengarkan agar dia merasa lebih baik. Setelah dia meringkas, dia mengajak menonton TV dan aku menurut dan melompat ke sofa ketika dia pergi mengambil remote. Dia memutar matanya pada ketidakdewasaanku yang seperti adik laki-laki dan mendorongku agar bergeser dan duduk. TV menyala dan kami menontonnya bersama sampai matahari terbenam. Emily adalah tipe gadis yang—bukannya menonton kartun dan opera sabun—lebih suka menonton Discovery dan Animal Planet dan Natural Geographic. Aku suka itu juga jadi aku tidak keberatan. Sebenarnya, itu adalah satu-satunya saluran yang bisa menarik perhatianku.

Jadi saat itu sudah malam dan Janice berjalan di belakang sofa. “Emily ini sudah lewat waktu tidurmu. Matikan televisi dan pergi ke kamarmu. Kau juga.” dia menunjuk ke arahku. Emily mematikan program yang kami tonton dengan enggan dan berdiri. Dia mulai menyusuri lorong ke kamar kami. Saat aku mengikuti, aku tidak bisa menghilangkan firasat bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

Kami pergi ke kamar kami dan Emily mematikan lampu. Tepat saat dia melakukannya, aku menangkap gerakan kilat dari sudut mataku. Asalnya dari luar jendela, tetapi segera setelah aku mengarahkan kembali pandanganku ke sana, apa yang kupikir aku lihat sudah hilang. Aku masih tetap waspada. Demi saudara perempuanku.

Aku berbaring di sana dalam kegelapan tanpa apa-apa selain sinar tipis cahaya dari lampu jalan di luar yang menerangi ruangan. Tapi itu tak cukup. Berkali-kali aku bersumpah bahwa aku mendengar suara-suara halus tepat di luar jendela ... ranting patah, daun berderak, pakaian berdesakan. Dan sementara itu aku bisa mencium bau keringat dan darah. Aku membuka mata hampir sepanjang malam.

Suara di luar mereda dan bau itu meninggalkan hidungku. Aku mulai merasa nyaman. Kelopak mataku tertutup.

Tak lama setelah itu, aku mendengar suara tabrakan yang sangat keras di sisi lain rumah. Aku bangun dalam sekejap. “ADA ORANG MASUK RUMAH!” Aku menyalak dengan adrenalin ekstrem menyelimutiku. “Bangun!” Aku dengan lantang memohon pada Emily. Dia mematuhinya, dan segera setelah aku melihatnya duduk, aku berlari ke kamar orangtuaku ...

Ayah sudah mati. Lehernya terbuka lebar dan menganga sementara darah tumpah keluar darinya, membanjiri tempat tidur, dan ke lantai. Aku melihat pintu kamar mandi utama ditutup dan tepat sebelum itu—di luarnya—ada seorang pria.

Seorang lelaki ... aku merasa tak nyaman menyebutnya begitu.

Dia sangat besar dan kasar. Dia berbalik dan melihatku dan saat itulah aku melihatnya secara benar untuk pertama kalinya. Aku tidak akan melupakannya. Matanya besar seperti manik-manik dan terperangkap oleh nafsu. Dia dihiasi jenggot yang sangat tidak terawat dengan darah menetes. Pakaiannya kotor dan wajahnya dingin. Saat itulah aku menyadari bau keringat dan darah yang sama dari sebelumnya, tapi kali ini luar biasa.

Dia melihatku. Dia melihatku dan menyeringai dengan satu set gigi kuning bengkok. Senyum itu membuatku takut. Aku berpikir bahwa aku akan mati, tapi kemudian dia kembali ke pintu kamar mandi, sama sekali tidak terganggu oleh kehadiranku. Aku takut dan tak tahu harus berbuat apa. Aku hanya berteriak dan menangis. Aku memperhatikan ketika dia mendobrak pintu yang merupakan satu-satunya perlindungan Ibu. Aku menyaksikan ketika dia mengangkat pisau cukur besar yang dia bawa, tetapi jelas mengabaikan untuk menggunakannya dengan benar. Aku menyaksikan dia mengirisnya hingga terbuka dan tercabik-cabik ...

Aku kemudian mendengar sesuatu; hal terakhir yang ingin kudengar ... Jeritan Emily datang dari belakangku. Makhluk besar itu mendongak dari ibuku yang tergorok dan menatap adik perempuanku. Aku kelimpungan. Dia berdiri dan dengan cepat mulai berjalan ke arah kami. Adikku berbalik dan lari, dan aku bingung ketika dia melewatiku dan langsung mengejarnya. Kenapa dia masih di rumah? Apakah dia tidak melihat situasi dan lari? Tampaknya tidak, dan sekarang dia sudah mati dan aku sendirian.

Aku berlari mengejar mereka berdua. Aku berharap pria itu akan membunuhnya karena dia sudah membunuh sisa keluargaku, tapi sayangnya aku keliru. Dia meraih lengan adikku dan menyentaknya sebagai penegasan bahwa dialah yang memegang kendali. Dia menyeretnya sepanjang rumah ... Kini aku membuat semua kebisingan yang kubisa, berharap dan berdoa bahwa seseorang akan datang membantuku. Dia tidak harus membawanya. Jangan dia.

Ketika dia melewatiku, aku mundur ke dinding dan merintih ketakutan, “Mengapa?” Dia hanya membalas dengan meletakkan tangannya yang bebas di kepalaku sementara Emily yang berteriak di tangan yang lain dan berkata “Anak baik.” Dia menyeringai bengkok dan tertawa sangat dingin dan tidak wajar. Aku mengikutinya ke pintu di mana dia menyeret adikku yang tak berdaya mengikutinya. Dia membukanya, menariknya keluar, dan membantingnya menutup di belakangnya.

Sekarang aku duduk di rumah bersama orangtua angkatku yang sudah dimutilasi, menggigil dan merintih cemas. Dia ada di sana bersama adikku. Melakukan siapa-yang-tahu padanya, dan aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku akan melakukannya jika memang bisa, sayangnya aku tak bisa. Aku akan mengejar mereka dalam sekejap, tapi aku tak bisa. Aku hanya duduk di sini, menatap pintu depan. Aku melihat ke bawah pada kaki depanku. Kalau saja aku bisa membuka pintu ...


Artikel Rekomendasi: Best Horror Movies: Which Does Each US State Love Most? (Film Horor Favorit di Masing-masing Negara Bagian AS)


Comments

  1. Apaka si aku ini binatang?semacam kucing atau anjing?

    ReplyDelete
  2. Apa si aku ini binatang?semacam kucing atau anjing?

    ReplyDelete
    Replies
    1. bener gan. itu ada dikasih clue 'aku menyalak'.

      Delete
  3. Terjemahin penpal dong bang

    ReplyDelete
  4. Sudah kuduga, dia itu . . . .





    Anjing

    ReplyDelete

Post a Comment

Tinggalkan komentar

Terpopuler sepekan

Pengalaman diculik jin

Aku anggota tim SAR kehutanan AS, aku punya kisah untuk diceritakan [Part 2]

Aku anggota tim SAR kehutanan AS, aku punya kisah untuk diceritakan [Part 1]

Cerita Seram Api Unggun

Nyasar ke Dunia Gaib Bareng Abang Ojol - [Repost Twitter]

Peristiwa Ganjil di Patahan Amigara

Cerita Horor Kaskus

Catatan Atas Awan

Ada yang mau tanya soal kemampuan ghaib dan indigo?